Manusia(Apa, Siapa, Bagaimana, Relasi dan Interaksi, serta Kreatifitas dan Budaya Manusia)
I. Pendahuluan
Dalam semester ini kita akan mempelajari kembali mengenai manusia yaitu apa, siapa, bagaimana manusia, relasi dan interaksi, serta kreatifitas dan budaya manusia. Mempelajari mengenai manusia sebagai pengantar agar kita lebih jelas dan pasti dalam mempelajari topik-topik selanjutnya, karena dimana manusia adalah subjek dalam permasalahan. Semoga sajian ini dapat membantu kita untuk menghantarkan kita ketopik berikutnya serta sajian ini menambah wawasan kita semua.
II. Pembahasan
2.1. Apa, Siapa dan Bagaimana Manusia?
2.1.1. Pendekatan Umum Tentang apa itu Manusia.
Menurut KBBI, manusia adalah mahluk yang berakal budi. manusia dalam Bahasa Inggris disebut “Men”, kata ini menunjuk kebahasa Latinnya Mens yang berarti “ada yang berpikir”. Manusia adalah yang berakal budi, insan, dan orang. Sehingga manusia adalah mahluk yang mempunyai pemikiran dan mahluk yang dapat mengembangkan paham dan gagasan. Dari sudut antropologi manusia dapat diartikan dari bahasa Yunaninya adalah Antropos yang berarti manusia. Manusia tersebut dikaji dari dirinya sendiri dalam mengahadapi problematika kehidupan sehingga manusia itu dapat mengambil suatu sikap. Pengkajian yang dimaksud ialah pengkajian yang berasal aspek kehidupannya. Dengan demikian pengkajian dari diri sendiri akan membawa manusia kepada konsep manusia sebagai aku yang memiliki kehendak atau kebebasan bertindak , dan dengan hal ini yang menjadikan manusia itu berbeda dengan binatang dan tumbuh-tumbuhan. Dari sudut sosiologisnya, manusia itu adalah manusia yang dapat berhubungan dengan orang lain. Pada hakekatnya manusia itu adalah mahluk individual, tetapi tidak dapat disangkal bahwa manusia itu tidak dapat hidup sendirian. Manusia itu harus hidup dengan sesamanya. Sehingga dapat dikatakan manusia merupakan pribadi yang harus bberhubungan dengan orang lain dan memiliki interaksi antara satu dengan yang lain. Dari sudut pandang filsafat, manusia adalah manusia yang memiliki kemampuan dan kewajiban (sampai batas tertentu) unruk menyelidiki arti yang dalam “dari yang ada” sehingga manusia memikirkan serta bertanya tentang segala hal.
2.1.2. Siapa itu Manusia
Dalam Kejadian 1:26, dikatakan “ Berfirmanlah Allah, baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa kita supaya mereka berkuasa…”. “Gambar” dan “Rupa” merupakan dua buah kata yang menekankan hubungan tertentu diantara Allah dan manusia. Hubungan ini menjadi khusus diantara ciptaan lain dimana manusia diberi sebuah kemampuan.
Secara umum, “gambar” adalah tiruan barang (orang, binatang, tumbuhan” . Dengan adanya gambar maka kita dapat melihat yang aslinya. Sedangkan “rupa” adalah keadaan yang tampak dari luar secara lahiriah.
Dalam Alkitab, Gambar bahasa Ibraninya adalah tselem: Septuaginta: eikon; Vulgata; imago. Menurut artinya tselem adalah gambar yang dihias, suatu bentuk figure yang presentatif, suatu gambar dalam pengertian yang nyata. Namun gambar tidaklah sama dengan aslinya, sebab gambar adalah hanyalah sebuah tiruan. Demikianlah yang dijelaskan dalam kitab Kejadian, bahwa manusia diciptakan untuk menunjukkan kebaradaan Allah di dunia, tetapi tidaklah mengatakaan bahwa gambar ini menunjukkan sama dengan Allah.
Rupa dalam bahasa Ibraninya adalah Demuth; bahasa Yunani: homoiosis; Vulgata; similitude. Demuth mengacu pada arti kesamaan tetapi lebih bersifat abstrak atau ideal. Dengan memakai kedua kata ini dapat dikatakan manusia itu sebagai gambar dan rupa Allah merupakan refleksi yang nyata dari Allah namun sekaligus juga mengartikan secara rohaniah yang bersifat abstrak.
A.Munthe mengatakan walaupun manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah bukan berarti manusia sama dengan Allah (dalam arti sama dan sebangun), tetapi yang ditekankan dalam hal ini adalah hubungan yang diberikan Allah kepada manusia. Dengan adanya gambar Allah, maka manusia memiliki dua hal yaitu rasionalitas dan kepribadian Allah. manusia sebagai rasionalitas dan memiliki kepribadian Allah memiliki kesadaran diri, kebebasan untuk memilih. Namun semuanya itu berada dalam kaitan hubungan dengan Allah sebagai pencipta. Dengan hubungan khusus inilah manusia dijadikan wakil Allah dalam dunia. Manusia diciptakan bukan untuk bermalas-malasan, tetapi untuk bekerja serta merasa senang dengan pekerjaan itu, sama seperti Allah merasa senang dengan pekerjaan-Nya.
Menurut Calvin, dia memisahkan “gambar” dan “rupa” pada manusia. Menurutnya “gambar” adalah hakekat manusia yang tidak berubah, sedangkan “rupa” adalah sifat manusia yang dapat berubah. Yang dimaksud dengan hakekat manusia yang tidak dapat berubbah adalah manusia memiliki akal, kehendak dan pribadi. Menurut Calvin, “gambar” dan “rupa” bukanlah kata yang berbeda. Sebab kata “rupa” hanya ditambahkan sebagai keterangan. Oleh karena itu manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah menyatakan keutuhan manusia yang tidak hanya memiliki hal-hal yang pribadi secara badani tetapi memiliki kebenaran ilahi yang berasal dari Allah. Jadi, di dalam pengetahuan manusia pada akalnya sekaligus manusia dilengkapi kebenaran yang dari Allah sehingga manusia dalam berbuat menjadi cerminan Allah. Namun peristiwa dosa membuat gabar allah pada manusia menjadi rusak dan mengakibatkan kodrat Allah yang ada pada manusia menjadi cacat dan harus dipulihkan di dalam Kristus.
2.1.3. Bagaimana Manusia diciptakan.
Kata manusia berasal dari kata אׇדׇמ (ādām) yang artinya manusia. Kata adam berasal dari kata אׇדׇמַה (adaāmāh) yang berarti debu, tanah. Di dalam PL dijumpahi dua kisah tentang penciptaan manusia, yaitu Kejadian 1: 26-31 dan Kejadian 2:2-25. Sebetulnya manusia adalah (āpār) yang artinya debu, tanah, puing. Kata āpār ini digunakannya untuk menyatakan baahwa material ini digunakan untuk tubuh manusia (Kejadian 2:7; 3:19; Ayub 4:19; 8:19; 34:15; Mazmur 103: 14; 104:29; Pengkotbah 3:20; 12:7). Lalu Allah menghembuskan nnafas kehidupan (nismat hayim) ke dalam hidungnya, demikianlah manusia itu menjadi mahkluk yang hidup (nefesy haya). Hal ini menunjukkan bahwa manusia hanyalah debu yang sifatnya fana, tanah, abu, bahan mati yang tidak mempunyai kehidupan di dalam dirinya sendiri. Kalau bahan yang maati dapat hidup dan bergerak makan hal itu bukan karena kemampuan manusia sendiri, melainkan karena karunia pemberian Allah.; itulah maksud pemberian “nafas kehidupaan” yang menunjukkan manusia hanya hidup dari pemberian Tuhan Allah, dari belas kasih-Nya; TUHAN menaruh belas kasihan kepada manusia karena ia adalah abu (Mazmur 103:4; Ayub 10:9). Nafas hidup tidak menunjukkan bahwa manusia memiliki sifat ilahi didalam dirinya yang bersifat kekal, tetapi menyatakan bahwa kehidupan yang diberikan itu adalah milik TUHAN, bukan manusia. Karena manusia adalah ciptaan dan Allah adalah penciptanya dan diantara keduanya ada perbedaan yang sangat hakiki. Nafas hidup tidak berarti bahwa manusia terdiri dari dua substansi yaitu tubuh dan jiwa atau tiga substansi: tubuh, jiwa dan roh.
2.2. Relasi dan Interaksi Manusia.
Menurut teori tentang sumber-sumber Pentateukh, kedua kisah penciptaan manusia itu berasal dari dua sumber yaitu sumber Imamat atau Priester Codex (P) yang menyusun kitab pertama dan sumber Yahwist (Y) yang menyusun kisah kedua didalam Kej 1:26-31 (sumber P) diceritakan bahwa manusia dijadikan oleh Allah atas kehenndak dan inisiatif Allah sendiri (Kej 1:6a) yaitu segambar dan serupa dengan Allah. Artinya ada relasi antara Allah dan manusia.
a. Relasi Manusia dengan Allah
Pada awalnya hubungan manusia dengan Allah sangatlah baik dalam segala hal (sempurna). Hubungannya dalam pengenalan yang membahagiakan akan Allah (Kolose 3:10), kesalehan yang sempurna dan kesucian hidup yang benar (Efesus 4:24; Pengkotbah 7:29). Allah tidak mengkehendaki manusia hidup sebagai obyek melainkan Allah mengkehendaki manusia itu hidup dan benar-benar hidup sebagai subyek. Hidup sebagai subyek merupakan hidup sebagai pribadi yang berbicara kepada manusia, memanggil dia, berkenan untuk bersama-sama dengan dia, berkenan untuk mengadakan perjanjian dengan dia. Menjadi manusia berarti mendengarkan firman Allah serta memberi jawabannya. Dengan demikian manusia itu sungguh-sungguh manusia sebagai subyek sebagai pribadi yang hidup beserta Allah.
Manusia yang benar-benaar hidup memiliki tanggung jawab kepada Allah. tanggung jawab ini adalah tanggung jawab pribadi. Tingkah laku maupun pemikiran kita tidak boleh kita biarkan dikuasai atau ditentukan oleh suasana didalam masyarakat ataupun diantara rakyat. Hidup sebagai manusia adalah perbuatan. Perbuatan yang dimaksudkan ialah percaya kepada Allah, mengaku akan Allah. manusia tidak dilihat dari luarnya sehingga manusia disebut manusia. Manusia yang hidup maksudnya ialah manusia yang hidup di hadapan Allah, hidup dengan berjumpah dengan Allah dan hidup bersama-sama dengan Allah. Dan hubungan yang dikehendaki oleh Allah adalah bahwa manusia harus mengasihi-Nya dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatan (Ulangan 6:5).
b. Relasi Manusia dengan Sesama
Manusia tidak diciptakan sendiri, melainkan memiliki pasangan agar bisa saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Lagi pula menurut Allah tidak baik jika manusia hidup sendiri, sehingga Ia membuat pasangan bagi Adam yaitu Hawa (Kejadian 2:20-23). Tetapi ketika manusia jatuh kedalam dosa, tidak hanya hubungan manusia dengan Allah yang retak. (Kejadian 3:1-24). Oleh karena itulah manusia memperbaiki relasinya terhadap manusia, karena tidak mungkin kita mengasihi Allah tanpa mengasihi sesama manusia kita. Kita hanya dapat bertemu dengan Allah dalam pertemuan kita dengan sesama manusia kita (Matius 25:40), dan manusia harus mengasihi sesamanya manusia seperti dirinya sendiri (Imamat 19:8).
c. Relasi Manusia dengan Ciptaan Lain
Dalam Kejadian 1:28, Allah telah memberikan mandat atau perintah kepada manusia untuk menaklukkan bumi dan berkuasa diatasnya. Allah mengangkat manusia dari seluruh ciptaan-Nya dan memberikan mandat kepadanya agar manusia belajar untuk bertanggung jawab. Manusia diberi tugas untuk menata hidup, mengelola alam, dan menghasilkan bahan pangan untuk kelangsungan hidup. Dalam Kejadian 1:29-30, Allah berfirman “Berfirmanlah Allah: "Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan menjadi makananmu. Tetapi kepada segala binatang di bumi dan segala burung di udara dan segala yang merayap di bumi, yang bernyawa, Kuberikan segala tumbuh-tumbuhan hijau menjadi makanannya", hubungan ini berlangsung terhadap pohon dan tumbuh-tumbuhan. Jadi, manusia juga harus membangun/ menjalin hubungan dengan mahluk lainnya. Dan berkenaan dengan hal itu disebutkan juga dalam Kejadian 2:15, “Tuhan Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara tanah itu”, dalam hal inilah hubungan yang berlangsung antara manusia dengan lingkungannya. Dalam Kejadian 2:10-14, dikatakan bahwa adanya sungai, emas, dammar, bedolah dan batu krisopras. Manusia juga harus menmbangun hubungan dengan semua yang ada disekitanya, dilingkungannya demi terpeliharanya lingkungan hidup. Oleh sebab itu manusia dapat dikatakan manusia jika manusia tetap membangun relasinya dengan Allah penciptanya dan dengan sesama manusia, juga tetap membangun hubungan dengan mahluk hidup lainnya dan dengan lingkungan hidupnya. Manusia disebut manusia jika manusia tetap menyadari bahwa hak usaha dan pekerjaannya bukan untuk merusak relasi sosial dengan lingkungan melainkan memeliharanya.
2.3. Kreatifitas dan Budaya Manusia
Alkitab berbicara tentang manusia. Sebagaimana menurut kisah penciptaan dalam kitab Kejadian, “TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup kedalam hidupnya: demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup” (Kej 2:7). Kehidupan dan semua kekuatan vital manusia dilihat sebagai pemberian Tuhan. Dan karena nasib manusia adalah sama dengan nasib binatang, nasib yang sama menimpa mereka, sebagaimana yang satu mati, demikianlah juga yang lain dan keduanya kembali kepada debu (Pengkotbah 3:19-20), Mazmur 104:29). Meskipun dalam segi ini manusia sama saja dengan mahluk-mahluk lain, dari serangga yang terkecil sampai binatang menyusui terbesar,, Allah menempatkan pada manusia suatu martabat yang tidak dimiliki oleh mahluk-mahluk lain (Mazmur 8:4-9) yaitu beranak cucu, bertambah banyak dan berkuasalah (Kejadian 1:28). Manusia diberikan mandat untuk berkuasa atas ciptaan-Nya (Kejadian 1:28) dan bertanggung jawab memelihara ciptaan-Nya (Kejadian 2:15). Dan untuk melaksanakan itu semua Allah memberi modal kerja (Kejadian 2:7) yaitu “nafas”. Artinya Allah memberi kuasa/ kemampuan kepada manusia untuk menciptakan kebudayaaan hasil oleh pikir/ daya cipta. Kemampuan yang bukan hanya untuk berpikir, berkreasi melainkan kemampuan untuk menciptakan suatu kreatifitas dan kebudayaan. Dari Kejadian 1:28 dan Kejadian 2:15, kita dapat menemukan beberapa mandat budaya yang diterima oleh manusia dari Allah antara lain;
a. Mengatur Kelahiran
Di dalam nats ini disebutkan, “beranakcuculah dan bertambah banyak….”. Tuhan mengaruniakan ‘kemampuan’ dan potensi untuk ‘menggandakan’ kehidupan manusia itu melalui prokreasi.
b. Memenuhi Bumi.
Hal ini juga berkaitan dengan mandate yang diberikan Allah kepada manusia yaitu sebagai lanjutan dari prokreasi yang bertujuan untuk ‘memenuhi bumi’.
c. Menaklukkan Bumi
Didalam bumi terdapat berbagai-bagai dinamika atau kekuatan-kekuatan alam, baik yang bersifat ‘natural’ maupun yang bersifat ‘supra natural’.
d. Berkuasa atas burung-burung di udara, ikan-ikan di laut dan binatang yang merayap di bumi.
Sama halnya dengan mandate-mandat sebelumnya baahwa disini manusia diberi mandate oleh Allah sebagai Sang Pencipta untuk ‘menguasai’ segala jenis burung di udara, ikan-ikan di laut dan binatang yang merayap di bumi. Artinya manusia diberi mandat contohnya untuk memelihara dan berdasarkan hal itu bberartii manusia harus mengembangkan berbagai jenis teknologi.
e. Mengusahai
Kata ‘menguasai’ disini lebih tepat dimengerti sebagai aktivitas untuk menggubah, mengerjakan, mengusahakan atau memelihara kkemungkinan-kemungkinan yang ada dalam alam semesta ini. Artinya manusia harus berusaha untuk mengembangkan kemampuannya mengolah dan menguasai segala kepunyaan atau milik Tuhan yang ada dalam seluruh alam semesta dan jagad raya. Pengusahaan terhadap alam semesta yang sudah dilaksanakan mulai dari Adam dan Hawa di Taman Eden (Firdaus) hingga keturunannya yang kita maksudkann dengan mandat berbudaya.
Manusia diciptakan didalam persekutuan. dengan dasra persekutuan inilah manusia mengembangkan kebudayaan untuk hidup bersama. Tidak ada kebudayaan yang individual karena tidak ada manusia yang hidup dan dan dengan dirinya sendiri (Kis 2:41-47; 4:32-37). Tidak ada manusia dari bangsa tertentu yang tidak memiliki bahasa, budaya dan pola pikir. Sebab ketiga hal itulah yang akan dipakai manusia untuk mengeluarkan pendapat, menyalurkan, dan mengekspresikan perasaan, pemahaman serta kepercayaan.budaya adalah cara keberadaan manusia di dunia ini. Hampir semua hal yang menyangkut tingkah laku manusia ditentukan oleh budaya. Secara garis besar dalam kebudayaan terdapat 2 segi yaitu:
a. Melalui budaya manusia menerjemahkan alam menjadi wawasan.
b. Melalui kebudayaan manusia secara aktif mengerjakan dan mengelola dunia ini. Dalam Kejadia 1:28, manusia disuruh menguasai bumi dan mengelolanya.
Manusia lahir dan besar dalam pola budaya yang tertentu. Ia mulai mengelola dunia sekelilingnya dengan alat-alat yang disediakan oleh masyarakatnya. Budaya bisa menolong manusia dalam mengembangkan dirinya secara wajar, tetapi dapat juga mengasingkan manusia dari tujuan hidupnya.
III. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telajh disajikan diatas, dapat disimpulkan bahwa manusia merupakan ciptaan Tuhan yang istimewa. Dimana manusia diciptakan sturut dengan gambar dan rupa Allah. Tetapi, bukan berarti yang segambar dan serupa itu adalah fisik tetapi untuk menyatakan keberadaan Allah didunia ini. Manusia diberi mandat oleh Allah (Kej 1:28), untuk berkuasa serta memelihara ciptaan-Nya. Dan untuk melaksanakan itulah Allah memberi nafas kepada manusia yang artinya Allahh memberi kuasa dan kemampuan kepada menusia yang menghasilkan kebuadayaan. Dan manusia dapat dikatakan manusia jika manusia tetap membangun relasinya dengan Allah penciptanya dan dengan sesama manusia, juga tetap membangun hubungan dengan mahluk hidup lainnya dan dengan lingkungan hidupnya. Manusia disebut manusia jika manusia tetap menyadari bahwa hak usaha dan pekerjaannya bukan untuk merusak relasi sosial dengan lingkungan melainkan memeliharanya.
IV. Daftar Pustaka
Abineno, J.L.Ch., Manusia Dan Sesamanya Di Dalam Dunia, Jakarta: BPK-GM, 1990
Bakker, Annton, Anrtopjologi Metafisik, Yogyakarta: Kanisius, 2000
Boland, G.C. Van Nifrik & B.J, Dogmatika Masa Kini, Jakarta: BPK-GM, 2008
Bottrweck, J. Johanes and Helmer Ringgren (ed), Theological Dictionary Of The Old Testament Volume I, Michigan: Grand Rapids, 1997
Calvin, Yohanes, Institutio, Jakarta: BPK-GM, 2000
Depdikbud, KBBI, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998
Gunmeven, Willem A. Von, Dictionary Of Old Testament Theology and Exegesis Vol 3, United Kingdom: Paternosten Press, 1997
Hadiwijono, Harun, Iman Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2010
Kobong, Th., Iman dan Kebudayaan, Jakarta: BPK-GM, 1994
Koehler, Edward W.A., Intisari Ajaraan Kristen, (Pematang Siantar: Kolportase Pusat GKPI, 2010
Leahy, Louis, Siapakah Manusia?, Yogyakarta: Kanisius, 1988
Munthe, P., Jurnal Theologi Tabernakel, Ekonomi Kerakyatan: Jadilah KehendakMu di Bumi seperti di Surga, Edisi XX, Medan: CV. Roris Hitado, 2008
Munthe,A., Kata-Kata Sulit Theologia, Jakarta: BPK-GM, 1994
Plaiser, Arie Jan, Manusia Gambar Allah, Jakarta: BPK-GM, 2000
Plasier, Arie Jan, Manusia Gambar Allah, Jakarta: BPK-GM, 2000
Poerdarminta,W.J.S., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1976
Ryrie, Charles C., Teologi Dasar I, Yogyakarta: ANDI, 1991
Sitompul, A.A., Manusia dan Budaya, Jakarta: BPK-GM, 1991
Siwalette, J.S., Manusia menurut Jurgen Moltmann, Jakarta:BPK-GM, 1991
Suseno, Frans Magnis, Menalar Tuhan, Yogyakarta: Kanisius, 2006
Sutrisno, Mudji, Manusia dalam Pijar-Pijar Kekayaan Dimensinya, Yogyakarta: Kanisius, 1993
Tidak ada komentar:
Posting Komentar