Senin, 26 Februari 2018


ANARKISME
(Suatu Tinjauan Teologi Religionum Anarkisme dari Perspektif Kristen dan Islam serta Implikasinya dalam Menyerang Kapitalisme)
I. Latar Belakang Masalah
Manusia yang hidup dalam sebuah tatanan masyarakat yang kompleks, tidak akan pernah merasakan kedamaian. Dengan nafsu dan hasrat untuk mencari kebahagiaan, kadang manusia tidak lepas dari sikap anarkis, mengorbankan kepentingan orang lain, dan semangat untuk berkuasa. Dalam sejarahnya, para anarkis dalam berbagai gerakannya kerap kali menggunakan kekerasan sebagai metode yang cukup ampuh dalam memperjuangkan ide-idenya. Anarkisme akan selalu ada dalam sejarah peradaban manusia. Anarkisme berwujud kekerasan fisik, mental, kultural, struktutaral, atau yang lainnya. Bahkan seorang filsuf besar seperti Socrates harus mendapatkan resikonya ketika berbeda dengan orang-orang yang hidup sezaman dengannya.
Anarkisme bukan saja dalam ranah agama, tetapi juga dalam hal yang lain seperti dalam perdagangan yang disebut kapitalisme. Kapitalisme selalu menghantui masyarakat kecil yang mengancam dengan kelaparan dan kemiskinan, bahkan untuk memuluskan jalan kapital para pedagang tidak segan-segan untuk menjadikan buruh-buruh mereka sebagai budak dan diberi upah yang kecil. Sekarang ini, kapitalisme sudah berubah bentuk, lebih elegan sehingga masyarakat lebih tergiur akan janji-janji kemakmuran, kedamaian, kesejahteraan, yang ditawarkan oleh kapitalisme itu. Kapitalisme itu berwujud kapitalisme global, dimana menyerang dari berbagai sisi.
Pada zaman ini penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusian semakin berkurang di mana manusia sering di identikkan dengan barang yang tidak berharga dan dapat di perjualbelikan. Nafas dan kehidupan manusia seolah tidak berharga lagi. Banyaknya rakyat miskin juga di Indonesia juga adalah salah satu yang real masalah kemanusiaan. Agama-agama di Indonesia khususnya Islam dan Kristen mau tidak mau harus  menanggapi secara bersama masalah-masalah yang ada di Indonesia karena setiap agama mengangkat harkat dan martabat manusia.  
Di zaman sekarang ini, kata anarkis sangatlah mudah dan sering diucapkan oleh berbagai individu maupun komunitas masyarakat dimanapun ia berada. Menurut asumsi dasar publik, teori ini erat kaitannya dengan tindak kekerasan yang terjadi dalam sosial kemasyarakatan. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, apakah teori ini memang teori mengenai kekerasan ? inilah yang kemudian menarik untuk kita bahas mengenai substansi awal dari kemunculan teori tersebut.

II. Pembahasan
2.1. Terminologi Anarkisme
Teori anarkisme yaitu teori yang seolah-olah kehilangan eksistensi dan substansi awal dari teori tersebut. Anarkisme berasal dari kata dasar "anarki" dengan imbuhan -isme. Kata anarki merupakan kata serapan dari anarchy (bahasa Inggris) atau anarchie (Belanda/Jerman/Prancis), yang berakar dari kata bahasa Yunani, anarchos/anarchein. Ini merupakan kata bentukan a- (tidak/tanpa/nihil/negasi) yang disisipi /n/ dengan archos/archein (pemerintah/kekuasaan atau pihak yang menerapkan kontrol dan otoritas - secara koersif, represif, termasuk perbudakan dan tirani); maka, anarchos/anarchein berarti "tanpa pemerintahan" atau "pengelolaan dan koordinasi tanpa hubungan memerintah dan diperintah, menguasai dan dikuasai, mengepalai dan dikepalai, mengendalikan dan dikendalikan, dan lain sebagainya". Bentuk kata "anarkis" berarti orang yang mempercayai dan menganut anarki, sedangkan akhiran -isme sendiri berarti paham/ajaran/ideologi.   
Meski kata-kata Yunani anarchos dan anarchia seringkali diartikan “tidak memiliki pemerintah” atau “ada tanpa pemerintah”, seperti yang dapat dilihat, arti orisinil anarkisme yang tepat bukanlah sekedar “tidak ada pemerintah”. “Anarki” berarti “tanpa suatu peraturan” atau lebih umum lagi, “tanpa kekuasaan”, dan dalam pemahaman inilah kaum anarkis terus menggunakan kata ini. Contohnya, kita ketahui Kropotkin berpendapat bahwa anarkisme “menyerang bukan hanya kapital namun juga sumber-sumber utama kekuatan kapitalisme: hukum, kekuasaan, dan negara”. Bagi kaum anarkis, anarki berarti “bukannya tidak memerlukan tatanan, seperti yang dipikirkan pada umumnya, namun suatu ketiadaan peraturan”.  Dan kemudian David Weick menyimpulkan dengan sangat baik:
“Anarkisme dapat dipahami sebagai pemikiran umum mengenai sosial dan politik yang mengekpresikan pengingkaran terhadap semua kekuasaan, kedaulatan, dominasi, dan divisi yang hierarkis, serta merupakan sebuah kehendak untuk menghancurkannya Oleh karena itu anarkisme lebih dari sekedar anti negara merupakan focus sentral yang tepat dari kritik kaum anarkis. ”
Dari berbagai selisih paham antar anarkis dalam mendefinisikan suatu ide kekerasan sebagai sebuah metode, kekerasan tetaplah bukan merupakan suatu ide eksklusif milik anarkisme, sehingga anarkisme tidak bisa dikonotasikan sebagai kekerasan, seperti makna tentang anarkisme yang banyak dikutip oleh berbagai media di Indonesia yang berarti sebagai sebuah aksi kekerasan. Karena bagaimanapun kekerasan merupakan suatu pola tingkah laku alamiah manusia yang bisa dilakukan oleh siapa saja dari kalangan apapun.

2.2. Sejarah Perkembangan Paham Anarkisme
Dalam sejarahnya, para anarkis dalam berbagai gerakannya kerap kali menggunakan kekerasan sebagai metode yang cukup ampuh dalam memperjuangkan ide-idenya, seperti para anarkis yang terlibat dalam kelompok Nihilis di Rusia era Tzar, Leon Czolgosz, grup N17 di Yunani. Yang sangat sarat akan penggunaan kekerasan dalam sebuah metode gerakan. Penggunaan kekerasan dalam anarkisme sangat berkaitan erat dengan metode propaganda by the deed, yaitu metode gerakan dengan menggunakan aksi langsung (perbuatan yang nyata) sebagai jalan yang ditempuh, yang berarti juga melegalkan pengrusakan, kekerasan, maupun penyerangan. Selama hal tersebut ditujukan untuk menyerang kapitalisme ataupun negara.
Namun demikian, tidak sedikit juga dari para anarkis yang tidak sepakat untuk menjadikan kekerasan sebagai suatu jalan yang harus ditempuh. Dalam bukunya yang berjudul what is communist anarchist Alexander Berkman mengatakan bahwa “Anarkisme bukan Bom, ketidakteraturan atau kekacauan. Bukan perampokan dan pembunuhan. Bukan pula sebuah perang di antara yang sedikit melawan semua. Bukan berarti kembali kekehidupan barbarisme atau kondisi yang liar dari manusia”.  

Berikut ini empat contoh keyakinan kaum anarkis:
1.     Anarkisme adalah sebuah sistem sosialis tanpa pemerintahan. Ia dimulai di antara manusia, dan akan mempertahankan vitalitas dan kreativitasnya selama merupakan pergerakan dari manusia (Peter Kropotkin).
2.  Penghapusan eksploitasi dan penindasan manusia hanya bisa dilakukan lewat penghapusan dari kapitalisme yang rakus dan pemerintahan yang menindas (Errico Malatesta).
3.  Kebebasan tanpa sosialisme adalah ketidakadilan, dan sosialisme tanpa kebebasan adalah perbudakan dan kebrutalan (Mikhail Bakunin).
4.  Kami tidak perlu merangkul dan menggantungkan hidup kepada pengusaha kaya sebab ujungnya mereka untung dan kami buntung. Tanpa mereka, kami tetap bisa mengorganisasikan pertunjukan, acara, demonstrasi, mempublikasikan buku dan majalah, menerbitkan rekaman, mendistribusikan literatur dan semua produk kami, mengadakan boikot, dan berpartisipasi dalam aktivitas politik. Dan kami dapat melakukan semua itu dengan baik (O'Hara).   
Namun, yang terjadi saat ini adalah bahwa teori anarkisme ini sendiri menjadi teori yang dipropaganda oleh sebagian golongan untuk kemudian menjadi teori yang dihitamkan. Artinya, kalau kita lihat konteks awal mula dari timbulnya teori anarkisme ini sendiri, dia mengambil filsafat dari Socrates, yaitu selalu mengkritisi apa yang kemudian menjadi segala bentuk sistem yang yang dikeluarkan oleh pemerintahan. Inilah yang kemudian membuat kebanyakan dari pihak pemerintah-pemerintah disetiap negara membuat propaganda bahwa anarkisme adalah perbuatan criminal atau yang berbau kekerasan. Jika kita lihat dari konteks awal dimunculkannya teori anarkis sendiri, bisa kita lihat bahwa kehadirannya adalah sebagai pihak penengah dari adanya teori liberalis dan sosialis. Seperti yang pernah dikatakan oleh Pter Kropotkin bahwa kebebasan tanpa sosialisme adalah ketidakadilan, dan sosialisme tanpa kebebasan adalah perbudakan dan kebrutalan. Namun, terjadi beberapa kritikan yang dilontarkan para intelektual kepada teori anarkisme itu sendiri, Kritik biasanya dilontarkan sekitar permasalahan idealisme anarkisme yang mustahil dapat diterapkan di dunia nyata, seperti apa yang banyak dipecaya oleh para anarkis mengenai ajaran bahwa manusia pada dasarnya baik dan bisa menggalang solidaritas kemanusiaan untuk kesejahteraan manusia tanpa penindasan oleh sebagiannya yang hal tersebut banyak dibantah oleh para ekonom. Dan juga mengenai ajaran bahwa setiap manusia lahir bebas setara yang juga dibantah oleh para pakar sosiolog. 
Lajur melekat dalam pikiran bawah sadar kita tentang anarkisme karena dalam anarkisme terkandung semangat revolusi pembebasan. Secara historis, anarkisme tidaklah tunggal. Sebaliknya, anarkisme pernah menjadi pendorong perubahan sosial menuju masyarakat yang egaliter dan demokratis, terbebas dari belenggu otoritarianisme. Tidak banyak orang yang berfikir bahwa gerakan anti globalisasi yang semarak akhir-akhir ini, juga merupakan wajah dari anarkisme. Dengan demikian jelas, disamping “citra baku” anarkisme yang negative, jauh lebih esensial di dalamnya terkandung energy pembelaan yang luar biasa.  Anarkisme juga mengatakan kesempitan cara pandang kebangsaan. Internasionalisme belum sepenuhnya menjadi bagian mentalitas bangsa. Ada satu dua indikasi bahwa anarkisme massa berkembang menjadi bagian dari kehidupan kita indikasi pertama ialah maraknya kejahatan public, dan yang kedua ialah hadirnya mentalitas apa yang disebut dengan “tiranisme elit politik”.  
Proses konsolidasi demokrasi di Indonesia juga tidak berjalan dengan mulus, terutama di tingkat lokal, anarkisme massa pun muncul ke permukaan dan menjadi ancaman paling serius bagi penciptaan demokrasi yang mapan. Lay mengungkapkan bahwa ancaman terbesar bagi demokrasi dan peradaban masa depan Indonesia adalah pelembagaan kekerasan atau apa yang disebut dengan “counsolidated anarchy” anarki yang dikonsolidasikan. Jika anarkisme dan kekerasan politik ini tidak dikelola dengan baik dapat dipastikan bahwa demokratisasi di tingkat local akan berada dalam suasana yang mengkhawatirkan dan upaya-upaya untuk membangun demokrasi yang mapan dan stabil akan terhambat.  Pembangunan budaya bangsa harus diarahkan pada satu tujuan yang menjadi cita-cita nasional. Bagi bangsa Indonesia, Pancasila adalah jati diri yang harus dituju dalam proses pembangunan budaya bangsa, yaitu tatanan masyarakat bangsa yang religius, apresiatif terhadap nilai kemanusiaan, nasionalis, demokratis, adil dan makmur. Namun dampak dari berkembangnya liberalisme, individualism, di Indonesia berkembang pula materialism, hedonism, dan pragmatism sehingga toleransipun terkikis bahkan di beberapa tempat hampir punah.  Maka tak heran dalam dekade terakhir berkembang anarkisme yang di beberapa daerah terjadi konflik yang menelan banyak korban. 

2.3. Pengertian Kapitalisme 
Secara umum, teori Kapitalis bercirikan individu yang menjadi pemilik bagi apa yang dihasilkannya, Orang lain tidak punya hak. Ia berhak untuk memonopoli semua alat produk yang dapat dicapainya dengan usahanya sendiri, berhak untuk tidak mengeluarkannya, kecuali dengan jalan yang memberi keuntungan padanya.Teori tersebut bertitik tolak pada egoisme, yang hanya cinta pada diri sendiri. Apabila ditinjau dari sudut ekonomi, Bukan dari sudut moral, bahwa salah satu pembawaan dari teori kapitalis, ialah rusaknya keseimbangan dalam pembagian kekayaan diantara individu-individu dan tertumpuknya alat-alat produksi ditangan satu kelompok yang merupakan satu kelas yang paling mewah hidupnya dan paling unggul. Masyarakat kapitalis praktis menjadi dua kelas yakni kelas hartawan dan miskin. Kelas hartawan menguasai sumber-sumber kekayaan dan bertindak sekehendak hatinya, serta tidak mempergunakannya kecuali untuk kepentingan pribadinya. Sehingga kepentingan masyarakat dikorbankan demi untuk menambah kekayaan. Maka orang-orang miskin tidak lagi punya kesempatan untuk memperoleh sumber-sumber kekayaan kecuali hanya untuk memperoleh kebutuhannya, demi kelanjutan hidup. Kapitalisme juga telah melahirkan dua anak kandung yang kejam sekali yaitu imperialism dan kolonialisme. 
Suatu hal yang pasti terjadi dalam sistem kapitalis adalah lahirnya kecenderungan yang keras dikalangan masyarakat untuk mengumpulkan kekayaan dan tidak mengelurkannya kecuali pada jalan yang mendatangkan keuntungan besar bagi dirinya.Bagi kapitalistik, tak ada perbedaan yang prinsipil antara “Jual Beli” dan “Riba”.Kedunya tidak saja bercampur aduk dalam sistem itu, tetapi berjalin dalam transaksi perdagangan. Masing-masing saling membutuhkan satu sama lain. Perdagangannya tidak mungkin mendapat kemajuan kecuali dengan Riba. Jika tidak karena riba niscaya runtuhlah sistem kapitalis. Dengan ungkapan senada terdapat banyak tulisan mengenai “kontradiksi budaya kapitalisme” yang mengatakan bahwa kemajuan kapitalisme pada akhirnya akan membawa kehancuran bagi dirinya sendiri karena menghasilkan norma-norma yang bertentangan dengan norma-norma yang diperlakukan agar pasar dapat berjalan dengan baik. penganut paham ini yang paling terkenal mungkin ialah joseph Schumpeter. Dalam bukunya capitalism, socialism, and democracy, ia mengatakan bahwa kapitalisme pada gilirannya cenderung menghasilkan kelas elite yang menentang kekuatan-kekuatan yang telah memungkinkan mereka mencapai tingkat kehidupan seperti yang telah mereka nikmati kini yang pada akhirnya kelas elit ini akan mengubah ekonomi pasar menjadi ekonomi sosialis. Tetapi disisi lain kapitalisme begitu dinamis sehingga tiada henti memecah-mecah masyarakat melalui penciutan. 

2.4. Tinjauan Teologi Reliogiunum Anarkisme Dalam Perspektif Islam-Kristen Dalam Memerangi Kapitalisme
Pada zaman ini penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusian semakin berkurang di mana manusia sering di identikkan dengan barang yang tidak berharga dan dapat di perjualbelikan. Nafas dan kehidupan manusia seolah tidak berharga lagi. Banyaknya rakyat miskin juga di Indonesia juga adalah salah satu yang real masalah kemanusiaan. Agama-agama di Indonesia khususnya Islam dan Kristen mau tidak mau harus  menanggapi secara bersama masalah-masalah yang ada di Indonesia karena setiap agama mengangkat harkat dan martabat manusia.  Agama Islam yang merupakan agama yang sangat menekankan perhatian kepada manusia yang dimana Islam tidak hanya mengajarkan ajaran-ajaran komprehensif dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan hukum agama, dogma dan etika tetapi juga mengajarkan masalah yang berkaitan dengan hubungan manusia dan masalah keduniaan.  
Namun harus diakui dalam realitasnya agama-agama melakukan atau bertentangan dengan hakekatnya. Tidak jarang terjadi konflik antara satu agama dengan agama lain yang mengarah kepada suasana yang tidak harmonis dan berujung kepada kekerasan. Kekerasan ini akan menghasilkan buah dari harkat dan martabat manusia. Agama tidak lagi memberikan kesejahteraan kepada manusia namun memberi ketegangan dan kekuatan. Konflik yang mengatasnamakan agama menjadi merendahkan manusia. Pelaksanaan fungsi hakiki agama banyak tergantung terhadap bagaimana agama-agama menjaga dan mempertahankan martabat manusia.  Agama Islam mengakui bahwa  hak azasi manusia adalah anugerah Allah, dalam arti bahwa ekspresi kebebasan manusia tidak terlepas dari ketentuan Allah. Agama Islam sangat menghargai kebebasan hati nurani manusia, karena pemasungan rohani merupakan tindakan mencabut kemanusiaan seseorang.  Pada permulaan kedatangannnya, agama Islam menjadi kekuatan revolusioner di Mekkah. Nabi sebagai utusan Allah tampil bagi kaum miskin dan tertindas di Mekkah, termasuk budak. Tidak hanya mengemansipasi para budak untuk sederajat dengan kaum Muslim lainnya. Kedatangan nabi pada masa itu merupakan ancaman bagi para saudagar kaya yang menyombongkan diri dan mabuk dengan kekuasaan dan tidak menghargai fakir miskin.  
Pada saat krisis kemanusiaan, Yesus sang Mesias datang membawa pembaharuan. Yesus merubuhkan tembok yang selama ini pemisah kudus dan yang tidak kudus dalam kehidupan sosial Yahudi. Yesus tidak melihat keterpisahan dari suku atau bangsa melainkan dari pribadi manusia itu sendiri. Dalam pelayanannya Yesus tidak membedakan golongan Yesus hadir bagi siapa saja yang membutuhkannya (universal), (Yoh. 4:9). Kehadiran Yesus bagi manusia menjadi teladan manusia dalam memperhatikan sesamanya.  Karl Max berpendapat masalah kapitalisme adalah komunisme yang akan menghapus upah dan kepemilikan pribadi juga mengantarkan masyarakat yang sama tanpa kelas. Ia menyerukan pesan moral ketika agama hanya melihat sisi rohani saja tanpa melihat sisi kemanusiaan karena manusia dilibatkan dalam proses produksi, hubungan kerja dan hubungan milik, atau dengan kata lain manusia harus mampu menghasilkan bagi dirinya sendiri.  
Guiterrez mendasarkan pembebasannya dalam tiga tatanan, yaitu:  
1. Pembebasan sosial di mana manusia haruslah dibebaskan dari struktur yang memperbudak dengan melibatkan rakyat yang tertindas yang disebutnya dengan perjuangan dari bawah atau dari rakyat.
2. Pembebasan dari kekuatan nasib, karena kemiskinan bagi Guiterrez bukanlah nasib sehingga manusia menerimanya dengan lapang dada namun penyebabnya adalah kurangnya sarana yang layak bagi kemanusiaan.
3. Pembebasan dari kesalahan dan dosa pribadi yang berarti ketidakadilan dan penindasan berasal dari orang yang melakukannya, maka haruslah dibebaskan, Kristus menyelamatkan manusia dari dosa dengan artian bahwa manusia mampu hidup dalam kesatuan dengan Allah.
Kerukunan bangsa Indonesia seperti yang dicita-citakan oleh Pancasila dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika sedang menjadi krisis. Kemajemukan bangsa yang seharusnya menjadi aset kekayaan yang menyatukan bangsa menjadi sebuah tantangan yang dapat merusak tatanan bangsa, disadari atau tidak disadari penganut agama yang satu dengan agama yang lain saling mencurigai sesamanya seperti ada sebuah tembok yang memisahkan agama yang satu dengan yang lainnya, hal itu terlihat dari sikap egoisme dan superior yang terdapat dalam diri umat beragama. Untuk membangun Indonesia secara keseluruhan maka yang pertama sekali yang perlu dibangun ialah manusianya yang bertujuan untuk kesejahteraan seluruh masyarakat demi terciptanya keadilan sosial dan masyarakat.  Sebagai umat beragama, peran agama Kristen mengasihi Allah dan mengasihi sesama manusia dalam artian memperlakukan manusia sebagai manusia seperti dalam Filemon 1:8-21 yang di mana Filemon menerima Onesimus bukan lagi sebagai budak melainkan sebagai saudara seiman. Maka dalam hal inilah dalam situasi buruk yang terjadi di Indonesia, agama Kristen harus peka terhadap konteks di mana firman Allah harus membebaskan, menyelamatkan, dan mempersatukan umat-Nya dan dalam kasih-Nya terwujud.  
Kekerasan adalah perbuatan sekelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau kerusakan fisik atau barang orang lain.  Kekerasan juga dapat didefinisikan sebagai usaha individu atau sekelompok untuk melakukan kehendaknya terhadap orang lain melalui cara-cara non verbal atau verbal yang melukai psikologi atau fisik.  Sehingga dapat disimpulkan bahwa kekerasan itu adalah tindakan yang bertentangan dengan kodrat manusia yang sebenarnya sebagai makhluk sosial karena kekerasan menyentuh realitas kehadiran manusia dalam keutuhannya, sehingga dalam hal ini agama dijadikan untuk memaksakan kehendak dan ideology sehingga terjadi kekerasan dan pemaksaan. Dalam hal ini terlihat bahwa agama kehilangan makna yang sebenarnya.  Menurut C. A. J. Coady mengatakan bahwa kekerasan adalah ada dalam organisasi dalam kontrol masyarakat. Kekerasan memberikan aksi ketidakadilan atau ketidaksamaan dalam masyarakat, berbicara mengenai kekerasan selalu ada subjek yang melakukan kekerasan dan terdapat objek yang menerima kekerasan. Sebuah pembunuhan di jalan dapat dikatakan sebagai kekerasan, akan tetapi sebuah eksekusi (hukuman mati) bukanlah kekerasan. Kekerasan adalah akibat dari aksi yang ilegal. Kekerasan memungkinkan terjadinya luka, dukacita, sakit atau bahkan kematian, kekerasan juga bergantung kepada ideologi, politik, agama, posisi pemikiran dalam masyarakat.  
Agama dan kekerasan adalah dua hal yang berbeda dan bertolakbelakang ibarat terang dan gelap, tak bisa dipungkiri bilamana agama muncul kekerasan pun akan segera muncul. Namun kekerasan dan kelembutan disisi lain adalah dua pola di antara kehidupan manusia yang bergerak. Biasanya sering dilupakan di antara kedua sikap ini masih ada sikap yang ketiga yaitu dengan tidak meninggalkan sikap lembut tetapi sikap naïf dan pasif harus diganti dengan sikap yang menuntut kebebasan dan kehormatan. Salah satu ucapan Yesus mengenai ajaran bilamana kamu dipukul pipi kiri berikanlah pipi kanan dalam artian kekerasan jangan dibalas dengan kekerasan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa agama yang mengandung kekerasan adalah agama manusia bukan agama Allah.  Bagi umat Kristen, ajaran kesaksian dan keteladanan Yesus merupakan hal yang sentral di dalam menilai persektif-persektif lain. Warisan-warisan ambigu Alkitab yang mendukung kekerasan menyita perhatian khusus para penafsir Kristen dewasa kini untuk menyadari tragedi-tragedi historis yang telah mengalir dari polemik dan peperangan Alkitabiah serta mengaku bahwa didalamnya juga terlihat adanya tradisi untuk menciptakan perdamaian tanpa kekerasan.   
Dari kitab Al-jihad wa kitab Al-jizwa wa ahkam Al-Muhabirin, Tabari menyajikan bahwa kepada para pembacanya suatu pandangan yang jarang tentang hubungan sejarah karya-karya Allah dengan kekuasaan. Ketentuan-ketentuan hukum yang secara teliti disebut berdasarkan pendapat para ahli hukum Islam yang utama, memberikan pembenaran agama untuk terlibat di dalam permusuhan untuk melawan orang-orang yang hidup dalam wilayah perang yakni orang-orang yang belum menerima Islam. Mereka lebih mencerminkan kepercayaan agama, nafsu, harapan dan kekuatan dalam berhadapan dengan kaum Non-Muslim. Bagian itu dimulai dengan kutipan dua ayat berikut yang berfungsi sebagai pembuka diskusi tentang jihad oleh berbagai ahli hukum. Meskipun tidak disinggung secara jelas tentang jihad kepada mereka yang tidak mengaku Islam dalam ayat tersebut. Tetapi secara nyata Al-Tabari menyebutkan ayat tersebut sebagai rasionalisasi terhadap expansionisme territorial kekuasaan politik kaum Muslim.  Diperhadapkan pada kejahatan besar abad ke-20 banyak pemikir religious yang telah mengakui bahwa tidak ada pemecahan yang teoritis dan konseptual atas permasalahan kekerasan masa kini. Kejahatan besar adalah sesuatu yang tidak terukur, yang menolak kekerasan.  Di dalam membangun kedamaian, memerangi kemiskinan dan kesengsaraan, menghargai kebebasan dan HAM bukanlah hanya tuntutan moral semata tetapi juga merupakan prioritas nasional yang bijak. Unsur-unsur tersebut dapat menciptakan dunia lebih aman, lebih selamat dan memungkinkan menjadi rumah bagi semua umat manusia dengan keyakinan bahwa kepentingan masyarakat internasional dan nasional adalah kebaikan bersama dalam skopus global adalah saling tergantung dan tidak dapat dipisahkan.  
Setelah manusia jatuh ke dalam dosa dan menjadi kacau maka Allah menjanjikan akan memberikan damai sejahtera melalui Mesias yang dijanjikan-Nya yaitu Raja Damai (Yes. 9:5), Tunas Keadilan (Yer. 33:15), Seorang Pemimpin yang akan lahir di Betlehem (Mik. 5:1) dan seorang Raja yang adil dan jaya (Zak. 9:90). Damai sejahtera di antara manusia adalah sebagian dari tujuan pengorbanan Kristus (Ef. 2) dan di dalam Al-Qu’ran juga tercermin bahwa tujuan Muhammad SAW diutus adalah untuk menjadi rahmat bagi sebagian alam (Al-Anbia’ 107) ini berarti bahwa kehadiran Islam bukan hanya ditujukan kepada satu umat melainkan ditujukan kepada semua makhluk ciptaan tanpa terkecuali. Ajaran Islam selalu bercita-cita untuk membawa kebaikan dan kedamaian bersama, Islam tidak menyukai kekerasan, tertulis di dalam Ali Imran 159 “maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka sekiranya kamu bersikap keras, lagi berhati kasar, tuntunlah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu karena itu maafkanlah mereka mohonkanlah ampun bagi mereka bermusyawaralah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad maka bertawakallah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya ”. Maka jelaslah jejak nabi Muhammad harus diikuti oleh umat Islam didalam bermasyarakat didunia ini.  Agama berperan penting di dalam menciptakan masyarakat yang damai. Perdamaian yang diartikan adalah sebagai tidak adanya atau berkurangnya segala jenis kekerasan dan juga transformasi, konflik kreatif non kekerasan, sehingga kerja perdamaian ialah upaya mengatasi kekerasan dengan cara damai. Agama menjadi sebuah komitmen terdalam bagi manusia untuk mencapai harmoni dan perdamaian untuk manusia serta peranan agama bukanlah terutama melestarikan nilai-nilai tradisional tetapi berperan sebagi kekuatan transformatif sehingga mampu berperan melakukan rekonstruksi sosial menuju kepada pembangunan sosial bagi umat manusia yang berkeadilan dan beradab. 
Tidak akan ada kekerasan lebih dahulu maka tak mungkin ada perdamaian dibelakang, maka untuk menikmati kedamaian manusia harus terlebih dahulu harus melalui masa penderitaan dan kekerasan. Penderitaan, kekerasan bukan sembarang bayangan seperti dalam film tetapi penderitaan yang real, yang menyiksa, cacat bahkan terbunuh. Di Indonesia sejak tahun 1990, terlihat bahwa agama dengan tegas dan kuat akan dipolitisasi dalam tongkat untuk memukul semua lawan, yang artinya agama harus dibebaskan dari kutuk yang mengecapnya sebagai kawan dari penguasa, dan sumber serta pembenaran dari kekerasan maka sebaiknya agama selalu berada ditangan yang kelihatan, yang lemah lembut, tetapi memiliki perasaan yang kuat, serta tegak dalam hal kebenaran, keadilan terhadap rakyat. 

III. Kesimpulan
Dari berbagai selisih paham antar anarkis dalam mendefinisikan suatu ide kekerasan sebagai sebuah metode, kekerasan tetaplah bukan merupakan suatu ide eksklusif milik anarkisme, sehingga anarkisme tidak bisa dikonotasikan sebagai kekerasan, seperti makna tentang anarkisme yang banyak dikutip oleh berbagai media di Indonesia yang berarti sebagai sebuah aksi kekerasan. Karena bagaimanapun kekerasan merupakan suatu pola tingkah laku alamiah manusia yang bisa dilakukan oleh siapa saja dari kalangan apapun. Jadi usaha apapun untuk menegaskan bahwa anarki adalah anti negaras belaka merupakan suatu kesalahan dalam memahami kata dan cara yang digunakan oleh gerakan anarkis. Anarkis selalu melawan semua bentuk kekuasaan dan eksploitasi, serta mengkritik kapitalisme dan agama seperti halnya terhadap negara”. Dan, hanya untuk memperjelas, anarki tidak berarti chaos ataupun suatu usaha yang dilakukan kaum anarkis untuk menciptakan kekacauan atau ketidak tertiban. Malah, kami ingin menciptakan suatu masyarakat yang berdasarkan kebebasan individu dan kooperasi sukarela. Dengan kata lain, tatanan dari bawah ke atas, bukan ketidaktertiban yang muncul dari atas ke bawah karena kekuasaa. Artinya esensi teori ini adalah pembebasan atau anti penindasan.

IV. Daftar Pustaka
Berkman, Alexander, What is Communist Anarchist, Free Press: Maxmillan Publish, 1971
Ehrlich, Howard, Reinventing Anarchy, Canada, 1979 
Enginer, Asqar Ali, Islam dan Teologi Pembebasan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000
Fukuyam, Francis, Guncangan Besar Kodrat Manusia dan Tata Sosial Baru, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005
Hanafi, Hassan, Islamologi, Dari Teologi Statis Ke Anarkis, Yogyakarta: PT.LKiS Pelangi Aksara, 2004
Harahap, Akhmad Rivai, Ensiklopedi Praktis Kerukunan Umat Beragama, Medan: Perdana Publishing, 2012 
Lefebure, Leo D., Pernyataan Allah, Agama dan Kekerasan, Jakarta: BPK-GM, 2003 
Liere, Lucien van, Memutus Rantai Kekerasan, Jakarta: BPK-GM, 2010 
Marpaung, Herwen Jona, Merajut Kerukunan Menuai Kedamaian, Siantar: CV. Sinarta, 2014
Muhammad, A.S: Hikam, Islam Demokratisasi dan Pemberdayaan Civil Society, Jakarta: Erlangga, 2004 
Munandar, U.P. Ananda Aris, Moralitas Pembangunan, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989
Riyanto, Armada, Dialog Agama Dalam Pandangan Gereja Katolik, Yogyakarta: Kanisius, 1995 
 Riyanto, Armada, Dialog Interreligious, Yogyakarta: Kanisius, 2010
Schuman, Olaf H., Agama-agama: Kekerasan dan Perdamaian, Jakarta: BPK-GM, 2011 
Sitompul, Einer M., Agama-agama, Kekerasan dan Perdamaian, (Bidang Marturia Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, 2005
Smith, Huston, Agama-agama Manusia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001
Sumartana, Th., “Kemanusiaan Titik Temu Agama-agama” Dalam Martin L. Sinaga (ed), Agama Memasuki Milinium Ke-3, Jakarta: Grasindo, 2000 
Syahnakri, Kiki, Aku Hanya Tentara, Jakarta: Kompas, 2008
Soetoprawiro,Koerniatmanto Bukan Kapitalisme Bukan Sosialisme: Memahami Keterlibatan Sosial Gereja, Yogyakarta:Kanisisus 2003
Thompson, J. Milburn, Keadilan dan Perdamaian, Tanggung Jawab Kristiani dalam Pembangunan Dunia, Jakarta: BPK-GM, 2009 
Tucker, Benjamin, Instead Of A Book: By A Man Too Busy To Write One: A Fragmentary Eksposition Of Philosophical Anarchism, Bibliolife, 2015 
Wardaya, Baskara T., Spiritualitas Pembebasan, Yogyakarta: Kanisius, 1995
Weji, P. A. Van Der, Filsuf-filsuf Besar Tentang Manusia, Yogyakarta: Kanisius, 2006 
Winarto, Budi, Globalisasi: Peluang Atau Ancaman Bagi Indonesia, Jakarta: Erlangga, 2010
Zaman, Ali Neor, Agama dan Manusia, Jakarta: BPK-GM, 2011


Kamis, 22 Februari 2018

Katekisasi Sidi


KATEKISASI SIDI 


Kedewasaan tidak ditentukan oleh usia, namun dari iman dan sikap yang menuju pada hal yang lebih baik. Di dalam agama Kristen Protestan, sidi dapat dikatakan sebagai suatu acara pelepasan yang sakral bagi pemuda/i Kristen dari remaja yang kekanak-kanakan menuju remaja yang dewasa. 
Katekisasi berasal dari kata kerja Yunani katekhein (κατεχειν) “memberitahukan dari atas (panggung, mimbar) ke bawah, dn dari situ juga “mengajarkan” (Luk. 1:4; Kis. 18:25; Rom. 2:18; Gal. 6:6).  Pada awalnya kata ini bisa merujuk kepada apa saja yang diajarkan. Mulai abad ke-16, katekhein menjadi istilah baku yang mengacu ke kegiatan membimbing masuk anggota ke dalam iman Kristen, apakah mereka orang dewasa yang baru menjadi percaya, atau anak-anak yang telah dibaptis tetapi masih saja perlu menerima pengajaran. 
Di dalam sejarah katekisasi sidi itu sendiri sudah ada sejak Gereja Lama pada abad-abad pertama tarikh Masehi. Dalam abad kedua pendidikan gereja diatur dengan seksama. Gereja menuntut bahwa pengajaran berlangsung sepanjang tiga tahun. Kemudian, sejak abad IV, katekisasi sidi mengalami penurunan, persiapan selama tiga tahun menjadi tiga minggu saja. Sudah cukup ketika anggota-anggotanya dapat menghafal sejumlah doa-doa  dan tahu menerima sakramen menurut petunjuk gereja. Barulah pada zaman Reformasi, pendidikan oleh gereja mulai diperhatikan kembali dengan sebaik-baiknya. Para reformator menginginkan suatu umat Kristen yang sadar dan mengetahui akan isi pengakuannya. Mereka mengarang buku-buku pelajaran berupa Katekismus. Tujuan katekisasi yang terutama adalah mengajar kaum muda mengenai jalan keselamatan yang benar dan panggilan tiap-tiap orang Kristen terhadap gereja dan masyarakat. Peneguhan sidi pun terdapat perubahan, jikalau di dalam Gereja Katolik Roma, konfirmasi itu dianggap sebagai salah satu sakramen yang dengan sendirinya mengerjakan berkat rohani dalam diri orang yang menerimanya, asla ia menerimanya dengan khidmat dan percaya. Para pembaru gereja membuat peneguhan atau konfirmasi itu menjadi suatu upacara yang indah, yang bersendi pada pengakuan iman dan janji-janji dari orang yang menamatkan pelajaran katekisasinya. 
Katekisasi Sidi merupakan salah satu upaya gereja untuk membina dan mempersiapkan anggota atau jemaat untuk menjadi orang Kristen yang bertanggungjawab. Katekisasi adalah wadah pembinaan dan pendidikan umat Gereja untuk kelak mengakui imannya dihadapan Allah dengan disaksikan oleh jemaat-Nya pada waktu peneguhan sidi.  Katekisasi yang diberikan oleh gereja adalah dalam bentuk pengajaran yang bertujuan untuk menolong anggota atau jemaat gereja untuk bertumbuh dalam kedewasaan iman dan mampu mengambil keputusan yang bertanggungjawab atas segala tindakannya sendiri sesuai dengan Firman Tuhan. Dengan demikian sikap dan tingkah lakunya dapat menjadi teladan di tengah-tengah lingkungannya.  
Katekisasi memiliki tujuan secara umum yaitu katekisasi dapat digambarkan sebagai kegiatan membuat orang memahami sabda Allah, yaitu Kitab Suci dan mengikut Yesus Kristus yang adalah Sabda Allah yang hidup dan membantu orang mengamalkan iman di dalam kehidupan pribadi dan bermasyarakat sebagaimana tanggung jawab penuh anggota gereja.  Katekisasi sidi itu bertujuan untuk membimbing orang Kristen agar melaksanakan tugas panggilannya sebagai seorang Kristen baik dalam keluarga, lingkungan, gereja, masyarakat, bangsa dan negara dan orang Kristen yang bertumbuh di dalam kebenaran kasih Allah (Ef. 4:15, 16). Hal ini dipertegas oleh pendapat Bons-Storm yang mengatakan bahwa: “Seorang sidi adalah seorang anggota jemaat dengan sadar mengakui bahwa ia percaya kepada Yesus sebagai Juruselamatnya dan yang berjanji bahwa ia mau mengikut Tuhan. Jadi seorang anggota sisi adalah seorang Kristen yang dewasa dan bertanggungjawab”.  
Seharusnya melalui pengajaran katekisasi sidi, para anggota katekisasi kidi akan menyadari tugas mereka sebagai orang yang mengaku kepada Kristus. Mereka bersama-sama dengan anggota jemaat lainnya antara lain merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Mereka harus mengaitkan diri dengan persekutuan gereja. Melalui katekasi sidi, para anggota katekisasi sidi dapat juga dilatih dan diperlengkapi agar mereka mampu menghubungkan iman kekristenan dengan masalah-masalah dan tantangan yang dihadapi.   
Dalam pengajaran katekisasi tersebut, gereja harus mempersiapkan berbagai hal dengan tujuan untuk menunjang tercapainya tujuan katekisasi yang sesungguhnya. Hal-hal yang mungkin perlu dipersiapkan oleh gereja adalah pengajar yang dapat diandalkan dalam bidang ini. Persiapan lain yang perlu dilakukan adalah kurikulum, metode yang dapat ditunjang penyampaian kurikulum, waktu yang dibutuhkan, buku-buku penunjang materi, dan lain-lain.  Katekisasi sidi itu bukanlah sekedar pengajaran yang menenangkan agar setiap orang berproporsi dalam rituisme kekristenan.  Tugas katekisasi yang dilupakan oleh gereja akan menimbulkan pendangkalan pengetahuan bagi anggota gereja ketika pengajaran katekisasi sebagai persiapan bagi para anggota katekisasi sidi (katekumen) tidak dipersiapkan dengan matang.
Martin Luther menyusun kurikulum salah satunya katekismus untuk pendidikan gereja sangat membantu untuk membentuk karakter orang Kristen. Katekismus yang bukan hanya sebagai pegangan bagi para pelajar sidi melainkan merupakan bimbigan bagi orang percaya sepanjang jalan imana yang harus ia tempuh.  Luther juga menyusun kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik sehingga ada keseimbangan dalam kurikulum itu tidak hanya agama saja tetapi juga pendidikan yang lain juga di ajarkan sehingga peserta didik memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas sebab dengan mengetahui pendidikan yang lain itu juga menyadarkan peserta didik bahwa Allah juga bisa berkarya lewat apa yang sedang kita pelajari itu. Oleh karena ia amat sadar akan kemungkinan-kemungkinan yang tersirat dalam pengalaman pendidikan, warga Kristen berhak bertumbuh dalam iman Kristen sehingga dihayati dalam kehidupan sehari-hari.  Di semua gereja yang merupakan hasil karya RMG, katekismus Luther menjadi dasar dalam pendidikan agama, sebagai ganti atau disamping Katekismus Heidelberg. 
Di dalam pengajaran katekisasi sidi, pengajaran yang diberikan adalah pengajaran mengenai iman Kristen. Pengajaran iman yang digunakan sebagai bahan katekisasi sidi biasanya didasarkan pada konfesi-konfesi yang dimiliki oleh gereja yang menyelenggarakan katekisasi sidi tersebut. Selain Pengakuan Iman Percaya, gereja juga menggunakan katekismus  yang berisikan sakramen, dasa firman, Doa Bapa Kami, dan Penghiburan dalam Kristus serta Hukum yang Utama.  Dasa Titah berfungsi sebagai cermin bagi manusia untuk mempelajari dosa dan sengsaranya, bagaimana hidup anggota-anggota jemaat sebagai orang-orang yang bertanggungjawab dalam dunia.
Dalam pengajaran katekisasi sidi tidak cukup hanya memeriksa calon sidi mengenai sejumlah pengetahuan tentang Alkitab dan pengakuan iman rasulinya, tetapi seorang calon sidi dapat menyadari apa artinya isi dari pengakuan Iman tersebut bagi kehidupannya sendiri. Sehubungan dengan hal tersebut di atas Bons Strom mengatakan sebagai berikut: 
“Percakapan harus diadakan kepada pengikut katekisasi sidi kurang-kurangnya dua atau tiga kali seminggu. Isi percakapan itu sebagai berikut: pemeriksaan tentang isi Alkitab dan pengakuan Iman Rasuli, sebabnya calon sidi ingin mengetahui bagaimana sikapnya terhadap panggilannya sebagai seorang pengikut Yesus”.

Dari kutipan di atas dipahami bahwa perlu adanya percakapan atau hubungan antara majelis jemaat dengan calon sidi, untuk memperdalam pemahaman tentang Alkitab, pengakuan iman serta sikap seorang pengikut Kristus dan dalam penerapannya sehari-hari. Penghayatan iman yang dimiliki oleh seorang Kristen di dalam kehidupannya sehari-hari sangat dipengaruhi oleh bagaimana pelaksanaan katekisasi yang diberikan oleh gereja. Oleh karena itu merupakan tugas yang penting sekali bagi majelis jemaat. Katekisasi itu sama dengan memelihara bibit padi yang nanti dapat tumbuh menjadi padi yang baik. Jikalau bibit padi itu diabaikan maka tentulah hasil panen akan mengecewakan. Oleh karena katekisasi adalah pendidikan calon-calon sidi, dengan maksud agar mereka mengerti arti dan fungsi iman, jemaat dan gereja, maka tidak mungkin katekisasi dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat.  
Pelayanan katekisasi sidi adalah merupakan tugas pokok gereja. Dalam hal ini gereja bukan hanya menyelenggarakan tetapi juga harus bertanggungjawab kepada perencanaan dan pelaksanaan katekisasi sidi tersebut. Sebagaimana tujuan dari pengajaran katekisasi sidi bukan hanya anak-anak yang diteguhkan menjadi anggota sidi dan menjadi anggota gereja yang resmi selain itu gereja juga harus memberitakan Kabar Baik yang memanggilnya untuk mempercayainya segala janji Allah melalui Yesus Kristus sebagai Juruselamatnya. 
Ketika seseorang sidi mengakui imannya dihadapan Allah dengan disaksikan oleh jemaat-Nya pada waktu peneguhan sidi dengan mengucapkan Pengakuan Iman Rasuli yang dimulai dengan ucapan “aku percaya”, maka ia sudah memahami bahwa kata “aku” adalah gereja. Ia mengaku kepercayaannya “bersama-sama dengan gereja segala abad dan tempat”. Ia sudah memiliki pemahaman bahwa ia dipanggil supaya percaya kepada Tuhan Yesus dan dipanggil untuk mengaku kepercayaan itu di hadapan Allah dengan disaksikan jemaat-Nya, sehingga ia memahami bahwa ia adalah saksi Kristus , dengan perkataan dan perbuatan dan segala tingkah lakunya di dalam kehidupan sehari-hari.  Di dalam kehidupan sehari-hari, iman dan akal bekerjasama. Terdapat pedoman hidup yang dimiliki oleh seorang yang mengaku percaya seperti yang dimiliki oleh Abaham yaitu “Aku hidup dari iman dan oleh iman (Rom. 1:17). Iman itu hidupku. Tuhanlah yang menjadi hidupku.”  Katekisasi sidi itu sangat berperan penting di dalam kehidupan iman seseorang, penghayatan iman akan pengakuannya sebagai orang percaya dapat diwujudkannya, salah satunya di dalam kesatuan didalam persekutuan di dalam Kristus (persekutuan atau koinonia). 
Bagaimana seseorang dapat memiliki penghayatan iman di dalam kehidupannya jikalau pengajaran katekisasi sidi hanya dilakukan di dalam satu kali dan prioritas utamanya adalah orang Kristen yang akan menerima peneguhan tersebut mampu mengucapkan Pengakuan Iman Rasuli (Hata Haporsayaon). Katekisasi sidi seharusnya merupakan pengajaran iman yang membimbing seseorang agar ia mampu untuk percaya kepada Allah sehingga sanggup menghayati, mentaati dan melaksanakan imannya dalam keluarga, gereja dan masyarakat (Ef. 4:12-13).


Ekonomi Kerakyatan

Ekonomi Kerakyatan
Suatu Tinjauan Etika Kristen Terhadap Sistem Ekonomi Kerakyatan dan Implikasinya Bagi Peningkatan Perekonomian Jemaat

I. Latar Belakang Masalah
Kemiskinan merupakan masalah ekonomi yang masih sulit ditangani oleh pemerintah maupun gereja yang ada di Indonesia. Thomas Suyatno, bahwa manusia adalah makhluk homo economicus yaitu manusia selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang beraneka ragam, namun kemampuan untuk mencapai sesuatu yang diinginkan terbatas. Secara umum penyebab kemiskinan sering diakibatkan oleh keserakahan, pemerasan, ketidakadilan, penindasan yang sering terjadi dalam struktur-struktur yang menindas dan memiskinkan orang lemah. Kemiskinan terjadi apakah itu karena struktur atau sikap orang dan kelompok tertentu yang dapat berakibat membuat orang semakin tertindas dan tersisih dari masyarakat.  Di sisi lain penyebab kemiskinan dapat disebabkan oleh sistem ekonomi yang dikenal dengan ekonomi Kapitalisme yaitu yang selalu menunjukkan kiprah kegiatanya bertujuan mencari keuntungan artinya ekonomi Kapitalis ini adalah perhitungan untung dan rugi (benefit Cost Ratio). Manusia yang memiliki kapital bertindak sebagai subjek yang dapat menentukan pranata dan nilai sosial, sedangkan manusia yang tidak memiliki kapital akan menjual kemampuanya melalui sistem upahan. Kehidupan masyarakat ditentukan oleh upah yang diterima dari pemilik kapital. Sehingga kekuasaan tertinggi dalam masyarakat adalah kaum pemilik kapital (modal).  Hadirnya globalisasi yang juga merupakan suatu ideologi yang mendominasi pemikiran, pengambilan keputusan, dan praktek politik juga mengacu kepada perluasan dan penguatan arus perdagangan, modal, teknologi dan arus informasi internasional dalam sebuah pasar global. Sehingga menimbulkan nilai-nilai persaingan yang semakin kental. 
Kesejahteraan adalah tujuan umat beragama terkhusus dalam bidang ekonomi, serta kesejahteraan selalu mengarah kepada keadilan dimana hanya dalam tatanan keadilan kesejahteraan terwujud. Sistem ekonomi kerakyatan hadir sebagai ekonomi yang berkeadilan.Ekonomi kerakyatan mempunyai dua frasa kata yaitu ekonomi dan kerakyatan.Ekonomi adalah ilmu yang mengenai asas-asas produksi, distribusi, pemakaian barang-barang serta kekayaan serta keuangan, perindustrian dan perdagangan. Kerakyatan adalah mengacu pada segala sesuatu yang mengenai rakyat. Jadi ekonomi kerakyatan adalah peningkatan kemakmuran rakyat dan kesejahteraan rakyat.  Yang menjadi sebuah pertanyaan, bagaimana tinjauan etika kristen terhadap sistem ekonomi kerakyatan ini? Serta bagaiamana implikasinya bagi peningkatan perekonomian jemaat.

II. Pembahasan
2.1. Pengertian Ekonomi Secara Umum
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia arti dari Ekonomi adalah merupakan ilmu mengenai asas-asas produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang serta yang mangarah kepada keuangan, perindustrian dan perdagangan. Menurut Lorens Bagus ekonomi berasal dari bahasa Yunani Oikonomicos, oiconomia dari kata oikos yang berarti rumah atau tempat tinggal dan nemein yang berarti mengurus atau mengelola.  Secara singkat ekonomi dapat diartikan yaitu aturan rumah tangga sebagai sesuatu yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan pokok anggota rumah tangga dan masyarakat secara keseluruhan. Melalui hal ini dapat dikatakan bahwa tujuan ekonomi yang wajar adalah memenuhi kebutuhan pokok manusia. Dengan kata lain, harta benda dan tanah dapat dianggap sebagai sarana penunjang bagi kehidupan sehari-hari dan untuk digunakan secara praktis. 

2.2. Pengertian Ekonomi Menurut Kristen

2.2.1. Perjanjian Lama
Tanah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bangsa Israel terkhusus dalam Perjanjian Lama. Dalam sejarah bangsa Israel dalam Perjanjian Lama dapat dikatakan berpusat kepada tanah perjanjian yang akhirnya nanti disebut “negeri Israel” (1 Sam. 13:19) atau orang kudus (Zak. 2:12).  Di tanah tersebut bangsa Israel tinggal dan melaksanakan ekonomi. Tanah Kanaan yang adalah milik dan pemberian Allah (Im. 25:23; Ul. 1:20,25;2:29;3:20;4:40;5:16) telah menjadi area khusus yang menjadi fokus sebagai hal yang dimiliki Israel: “tanah yang diberikan Tuhan untuk memiliki” (Ul. 13:9; 5:31; 12:1;15:4;19:2;25:19). Itu adalah “tanah yang berlimpah susu dan madunya” (Ul.11:9;26:9,15;27:3;31:20). Di tanah ini Israel menjadi berkat (Ul. 15:4;23:20;28:8;30:16), tetapi penekanannya yang khusus diberikan pada berkat Allah atas tanah itu (Ul. 28:8). Kehidupan ekonomi dalam kehidupan Perjanjian Lama dimonopoli oleh perternakan domba dan pertanian. Beberapa jenis kegiatan ekonomi yang orang Israel lakukan yaitu perkebunan sejenis rumput-rumputan berbiji (gandum), anggur, zaitun, pohon ara, buah dan sayuran yang lain, peternakan, nelayan. Dalam hal industri terdapat juga pertambangan dan perdagangan bangunan terdapat pada pemerintahan Salomo. Ada juga pekerja tekstil (bdn.Ams 31:19).  Pekerja logam (Ayb. 28:1-11;Yeh.22:17-22) , pembuat barang-barang tembikar , tukang batu dan tukang kayu (2 Sam. 5:11;1 Raj. 5:1-12).  Juga ada istilah lain mengenai ekonomi dalam Perjanjian Lama yaitu disebut Bayith berarti rumah dan korah berarti hukum. Kata Bayith menerangkan: 
1. Rumah. 
Kata Bayith menunjuk kepada (Kej. 33:17) yaitu rumah yang didirikan oleh Yakub dan dimanai Sukot.Membuat kayu dan batu (ebhen) Mzm. 118:22. Kata bayith disini juga menunjukkan berkat Allah terhadap orang yang sedang membangun rumah (Mzm. 127:1, Ayb. 27:18). Amos memperingatkan pembangunan rumah yang boros dan menghukum mereka yang menindas orang lemah dan mengambil pajak gandum dari mereka yang tertindas (Am.5:11, Zef. 1:13) namun janji Allah, buhwa Dia akan memulihkan bangsa Israel serta dapat melaksanakan kegiatan mereka yaitu melakukan penanaman anggur serta dapat mencicipinya dan memberikan bagi mereka tanah sebagai kota tempat mereka tinggal (Am. 9:15-16). 
2. Istana
Kata istana disini menunjuk kepada kediaman raja (beth hammelekh) Kej. 12:15, Jer. 39:8.

2.2.2. Perjanjian Baru
Kesaksiaan dalam Perjanjian Baru mengenal ekonomi dapat dilihat dari berlakunya uang sebagai alat tukar. Pada masa Perjanjian Baru, terdapat tiga jenis mata uang yaitu mata uang Yahudi (lepton atau leptos) yakni uang perunggu yang berarti kecil, mungil; (bdn. Mrk. 12:42;Luk.21:2;Luk.12:59), mata uang Yunani (drakhme, yakni koin perak; bnd. Luk. 15:8), dan mata uang Roma.  Denarius (dinar) adalah mata uang yang dipakai untuk menjerat Yesus dalam pertanyaan tentang membayar pajak (Mat. 22:19;Mark. 12:15;Luk. 20:24).  Pada zaman Perjanjian Baru, mata uang dicetak oleh Herodes Agung dan mempunyai nama dan tanggal. Para gubernur Romawi juga menerbitkan mata uang seperti dinar (Mat. 20:10) yang adalah upah buruh sehari dan jumlah pajak Bait Allah. Ketiga puluh keping uang perak yang dibayarkan kepada Yudas (Mat.26:15) adalah syikal, senilai 120 dinar. Mata uang terkecil dalam peredaran adalah “persembahan si janda” (Mark. 12:42), lepton Yunani. 

2.3. Pengertian Kerakyatan
Rakyat dalam bahasa Inggris yaitu peoples adalah bagian dari suatu negara atau unsur penting dari suatu pemerintahan. Rakyat terdiri dari beberapa orang yang mempunyai ideologi yang sama dan tinggal di daerah atau pemerintahan yang sama dan mempunyai hak dan kewajiban yang sama yaitu untuk membela negaranya bila diperlukan. Rakyat dalam Ensiklopedi Agama dan filsafat disebut berasal dari bahasa Arab yang asli ra’iyat artinya sekelompok ternak yang dijaga yang digemabalakan. Kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi rakyat artinya manusia yang menjadi warga dari suatu masyarakat, yang perlu dijaga, dipimpin dan dilindungi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kerakyatan berasal dari kata rakyat yang berarti segenap penduduk suatu negara. Kerakyatan berarti segala sesuatu yang mengenai rakyat. Sesuai dengan pengertian di atas yang dapat disimpulkan bahwa kerakyatan adalah sekelompok masyarakat yang perlu mendapat perlindungan agar mampu digembalakan dengan baik demi kebaikan dan kesejahteraan masyarakat. 

2.4. Pengertian Ekonomi Kerakyatan
Istilah ekonomi kerakyatan muncul di Indonesia mulai pada tahun 1931, dipopulerkan oleh Bung Hatta dalam tulisan yang berjudul “Perekonomian Kolonial-Kapital” dalam Harian Daulat Rakyat tanggal 20 November 1931. Gagasan ekonomi kerakyatan yang diusung Hatta, sebenarnya bermula dari reaksi perlawanan ekonomi Indonesia terhadap penguasaan ekonomi oleh kolonialisme-VOC dan culturstelsel serta pelaksanaan UU Agraria tahun 1870. Model ini sekarang dikenal dengan ekonomi liberal atau pasar bebas. Sistem ekonomi kerakyatan tercantum dalam Pancasila dan UUD 1945. Sila ke-4 Pancasila menyatakan dasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan. Di dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 yang menggambarkan sistem demokrasi ekonomi, ditegaskan bahwa produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, di bawah pengawasan rakyat. Sistem ekonomi kerakyatan (demokrasi ekonomi) telah lama menjadi amanat konstitusi. Frasa ekonomi kerakyatan terdiri dari dua kata yaitu Ekonomi adalah ilmu mengenai asas-asas produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang serta kekayaan, serta hal keuangan, perindustrian, dan perdangan. Sementara itu arti kerakyatan berpusat pada segala sesuatu yang mengenai rakyat. Jadi ekonomi kerakyatan adalah ekonomi yang berpusat pada peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Ekonomi kerakyatan juga berbasis pada kekuatan ekonomi rakyat. Dimana ekonomi rakyat sendiri adalah sebagai kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat. Dimana ekonomi rakyat sendiri adalah sebagai kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat kebanyakan (popular) yang dengan secara swadaya mengelola sumber daya ekonomi apa saja yang dapat diusahakan dan dikuasainya, yang selanjutnya disebut sebagai usaha Kecil dan Menengah (UKM) terutama meliputi sektor pertanian, peternakan, kerajinan dan makanan. Usaha itu ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan keluarganya tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainya. Meminjam pendapat Agung Heru Prabowo mengatakan bahwa ekonomi kerakyatan itu adalah ekonomi yang dilakukan oleh lapisan bawah karena diakibatkan munculnya kesenjangan sosial dalam masyarakat. Dimana terjadi kesenjangan sosial yang mencolok antara yang berpendapatan tinggi dan berpendapatan rendah. 
Dalam persfektif yang lain ekonomi kerakyatan itu dimana rakyat bukan menjadi objek melainkan subjek pembangunan ekonomi. Jadi dapat dikatakan bahwa ekonomi kerakyatan itu selain dari membuat kesejahteraan bersama tapi juga membuat masyarakat menjadi berekonomi. Ekonomi yang berasal dari rakyat dan berakhir kepada kepentingan rakyat hal itu dapat ditelusuri dari sejarah perkembangan di Indonesia terkhusus dalam gereja Batak. Dalam perkembangannya ini ada lima tahapan antara lain: 
1. Di awal sebelum masuknya kolonialisme dan imperialisme Belanda, tercatat adanya pengalaman empiris rakyat Indonesia. Masyarakat sudah mengenal aneka model ekonomi yang berbasis budaya lokal kerakyatan. Modelnya itu bukan hanya terdapat pada desa tapi juga telah sampai kepada kota. Modelnya antara lain bersifat kekeluargaan dan kegotongroyongan hal ini difungsikan ketika mengahadapi tantangan sosial yang terjadi secara darurat, maupun dalam menjalankan penanggulangan kebutuhan pembangunan serta penanggulangan kemiskinan.
2. Di era Misionaris yang berupaya memperkenalkan berbagai bentuk penanggulangan kemiskinan. Dengan mempergunakan pekarangan gereja sebagai tempat untuk pertanian yang produktif bahkan para Misionaris juga mendorong diadakanya solidaritas sosial, terlebih bagianggota warga yang miskin dan menderita seperti pengadaan rumah bagi yang yatim piatu.
3. Di era kebangkitan nasionalisme Batak Raya dan peran membangkitkan semangat nasionalisme Bangsa Indonesia, para pemimpin dan orang kaya Batak berupaya untuk mendirikan Bank. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi para petani jatuh ke tangan renteneir berkebangsaan India. Upaya yang telah dilakukan ini berdampak positif kepada para petani yang ada dikawasan Bank yang didirikan oleh para pemodal. Upaya ini dilakukan bukan sekonyong-konyong hendak meraup keuntungan dari para petani tapi hanya untuk melakukan semangat untuk menolong saja. Karena dengan semangat membantu timbulnya semangat nasionalisme selaku rakyat Indonesia.
4. Di Era pembentukan negara merdeka di Indonesia seorang tokoh utama dan pendiri bangsa yaitu Mohammad Hatta dengan gigih telah memperjuangkan kerakyatan yang sama pentingnya dengan pembangunan politik demokratis. Maka ekonomi kerakyatan berazaskan kekeluargaan, seperti yang yang dikenal dengan sebutan Koperasi sebagaimana tercantum dalam UUD 1945, pasal 33 secara formal menjadi landasan perekonomian kita. Konsep ekonomi koperasi dianggap sokoguru pembangunan karena modal koperasi bersumber dari, oleh dan untuk rakyat.
5. Pada Era pemerintahan orde baru kondisi berbeda dengan orde lama. Kepentingan ekonomi lebih difokuskan dan politik menjadi alat pengawal dan pengaman kepentingan ekonomi nasional. Perekonomian orde baru tujuan utamanya adalah pertumbuhan mania, penyakit pertumbuhan dalam situasi ini sangat erat dengan praktek korupsi sehingga perekonomian Indonesia semakin memburuk, apalagi ditambah dengan adanya pengusaha luar yang meraup keuntungan dari Indonesia. 
Dari tahap inilah ekonomi rakyat yang menjadikan rakyat sebagai subjek/pelaku ekonomi harus menjadi kriteria pertimbangan peran gereja kedepan. Ekonomi rakyat akan menjadi mudah untuk dikembangkan ketika mengabaikan bantuan-bantuan dari tangan penguasa, melainkan ekonomi yang akan berkembang dengan baik ketika sistemnya diadakan dari oleh rakyat dan untuk rakyat sendiri.  

2.5. Sekilas Mengenai Sistem Ekonomi Dunia secara Umum 
Adapun sistem ekonomi dunia secara umum dapat digolongkan yaitu sebagai berikut:
1. Sistem Ekonomi Kapitalisme 
Istilah kapitalisme terdiri dari dua kata yaitu “Capital” dan “isme” capital yang berasal dari bahasa latin yang berarti kepala bahkan yang sering juga diterjemahkan dengan modal dan isme atau ism mengacu pada paham, sistem ideologi. Jadi kapitalisme adalah modal dan sistem yang berdasarkan kepada modal. Kapitalisme adalah sistem peerekonomian yang menekankan peran kapital yakni kekayaan dalam segala jenisnya termasuk barang-barang yang digunakan dalam produksi lainya. 
2. Sistem Ekonomi Sosialisme
Sosialisme dapat diartikan sebagai sebuah teori politik dengan ajaran-ajaran utama seperti kepemilikan kolektif atas alat-alat produksi yang sejauh dimungkinkan pertukaran pasar harus digantikan oleh bentuk distribusi lain yang didasarkan pada kebutuhan sosial.  Serta Sosialisme dapat diartikan sebagai suatu paham yang bertujuan membentuk sebuah negara atau pemerintah yang makmur dengan usaha kolektif yang produktif serta memabatasi milik perorangan. Inti pokok ajaran sosialisme adalah suatu usaha yang mengatur masyarakat secara kolektif artinya semua individu harus berusaha memperoleh kelayakan demi terciptanya suatu kebahagiaan bersama.  Jadi Sosialisme adalah pandangan bahwa suatu cita-cita negara sosial hanya dapat diwujudkan atau dicapai melalui pengahapusan milik pribadi. 
3. Sistem ekonomi Neo Liberalisme
Ekonomi Neo Liberalisme berangkat dari sebuah pengertian mendasar bahwa transaksi pasar ekonomi antar manusia merupakan satu-satunya model yang mendasari semua aktivitas dan tindakan antar manusia. Neo liberalisme menuntut kinerja dan kepentingan pasar sebagai satu-satunya tolak ukur dalam menilai kebijakan yang digulirkan oleh pemerintah. Dalam kaitan ini pengendapan kebaikan bersama sebagai pengejawantahan keadilan sosial dalam prinsip bernegara kemudian hilang, digantikan dengan pemenuhan kepentingan individu melalui rezim pasar bebas. Ketika pengendapan keadilan sosial maka akan semakin menambah persolan-persolan mendasar seperti kemiskinan, marginalisasi ekonomi, eksploitasi ekonomi dan deprivasi yang dialami oleh rakyat bukan lagi tanggung jawab negara. Tanggung jawab negara dalam disiplin rezim kuasa Neo-liberalisme hanya dalam menjaga agar pasar bebas berjalan tanpa hambatan. 
4. Sistem ekonomi Pancasila
Sistem ekonomi pancasila merupakan sistem ekonomi gotong royong kerakyatan yang terpimpin. Sistem gotong royong kerakyatan yang terpimpin menggambarkan cara menghimpun, cara menggerakkan dengan cara kerja tertentu. Sesuai kekuatan produksi seperti sumber daya manusia, sumber daya alam, lembaga modal dan teknologi ditujukan dalam rangka produksi meningkatkan pendapatan yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pancasila hal yang utama adalah cara menghimpun, cara menggerakkan, dan cara menggerakkan dana dan daya harus dijiwai oleh semangat gotong royong kerakyatan terpimpin. Begitu juga pembangunan dengan gotong royong kerakyatan terpimpin adalah pembangunan “budaya manusia yang merata seluruhnya” yang harus menjadi tujuan produksi tidak hanya sandang, pangan, papan, tetapi juga kebudayaan, kesehatan dan kerohanian. Ada beberapa unsur-unsur pokok ekonomi pancasila yaitu: 
a) Menjamin kesempaan kerja dan usaha bagi seluruh rakyat atau warga negara yang sudah mencapai usia kerja
b) Menjamin kecukupan makanan, pakaian, perumahan, yang layak sehingga tidak hidup dalam kecemasan menghadapi hari esok.
c) Menjamin memelihara kesehatan dan pendidikan setiap warga negara yang cerdas untuk menunaikan tugas dan haknya terhadap negara. 
d) Menjamin hari tua setiap warga negaranya sehingga tidak hidup dalam ketakuan dan kemelaratan jika tidak berdaya lagi mencari nafkah.

2.6. Prinsip Ekonomi Kerakyatan Kristen
a) Tahun Yobel
Kata Yobel berasal dari bahasa Ibrani yaitu “Yobhel” yang artinya “tanduk Domba jantan” atau “terompet” di dalam konteks Alkitab, hal ini berindikasi bahwa tahun Yobel ini digunakan tanduk domba sebagai terompet, dalam (Yos. 6:4,6,8,13) disebut dengan “soperot hayobelim”. Dalam (Yos. 6:5) disebut dengan “qaren hayobel” kaa ini hendak memperkenalkan kata “Mesok”, yang artinya “tiupan atau bunyi” kaya yobel ditemukan sebanyak 21 kali dan kata ini selalu dikaitkan dengan aphesis yang artinya “mengembalikan kemabali” hanya di dalam imamat 25:15 ditemukan kata yang berbeda yaitu semasia,yang artinya “memproklamirkan”, secara khusus (Im.25:10) kata ini bersama-sama digunakan untuk aphesis. Kata aphesis ada kaitanya dengan kata yabhal yang artinya “mengembalikan kembali” dengan cara bersungguh-sungguh atau berlimpah-limpah. Kata ini digunakan pepulangan para budak-budak (Jer.31:9, Yes.55:12), penyumbangan sungguh-sungguh (Zef.3:10), menimbulkan rasa belas kasihan kepda orang-orang yang tertindas (Ayb. 10:9), dan kata bendanya adalah Yebul yang artinya hasil bumi (Im. 26:4). Jadi dapat dikatakan bahwa pengertian kata aphesis menekankan pemberian kasih secara berlimpah kepada orang-orangyang tertindas dan pemulihan sesuatu kepada bentuk semula.  Dalam Esiklopedia Alkitab pucak tahun sabat adalah tahun ke-50 dan tahun inilah disebut dengan tahun Yobel. Pada tahun ini ditetapkan hak milik dikembalikan kepada pemilik aslinya. Hutang-hutang dinyatakan lunas dan orang-orang Ibrani yang telah menjadi budak akibat utang akan dibebaskan. Saat ini dikatakan pengucapan syukur dan penerapan iman bahwa Allah akan menyediakan pangan (Im. 25:8).  Gagasan tahun Yobel merupakan gagasan hari perhentian pada hari ketujuh yang dikembangkan pada tahun sabat, tahun ketujuh, saat tanah tanpa ditanami dengan tanaman budi daya. Setelah lewat kelipatan tujuh tahun sabat, maka tahun itulah yang disebut tahun Yobel dan pada tahun inilah tahun pembebasandiumumkan. Isi tahun Yobel adalah kebebasan (Im. 25:10) yang menginfestasikan di dalam beberapa bentuk yaitu:  
Dalam prakteknya pengelolaan atas tanah yang berdasarkan penghormatan terhadap hak rakyat adalah kunci pelaksanaan hukum Tuhan. Dengan menggunakan hukum antara keadilan dengan menempati tanah. Hal ini tertulis dalam Alkitab yaitu Yer. 7:5-7.  Tahun Yobel bukanlah sekedar perayaan tradisi agama tetapi di dalamnya terdapat aspek aksi dan pembaharuan umat Allah dalam mewujudkan keadilan dan pemerataan kekayaan. Yobel adalah kesempatan bagi umat Tuhan menyambut kebebasan Allah di dalam sejarah hidup dan sekaligus mempersiapkan diri menuju misi yang lebih baik. Misi tersebuat adalah membangun masyarakat yang memiliki ekonomi yang berkeadilan dan penuh cinta kasih. Ada beberapa konsep pemahaman yang penting demi mewujudkan ekonomi kerakyatan menurut konsep Yobel yaitu:
1. Ekonomi kerakyatan adalah pemerataan yang mengarah pada pembangunan ekonomi rakyat. Mulai dari kisah penciptaan hingga zaman sesudah pembuangan. Tahun Yobel merupakan seruan Allah agar manusia senantiasa memperhatikan dan memperjuangkan ekonomi berkeadilan. 
2. Ekonomi kerakyatan adalah ekonomi teologi yaitu ekonomi yang senantiasa melihat bahwa segala bentuk harta adalah ekonomi adalah milik Allah.
3. Ekonomi kerakyatan adalah ekonomi untuk hidup bukan hidup untuk ekonomi.
4. Ekonomi kerakyatan adalah ekonomi yang berkeadilan.
5. Tahun Yobel sebagai sarana umat Allah untuk memperbaharui diri dan memberi diri diperbaharui oleh Allah. 
b. Tahun Sabat
Tahun Sabat dikenal dengan tahun perhentian atau peristirahatan karena pada tahun ini tanah tidak dikerjakan dan apa yang tumbuh sendiri menjadi milik orang miskin dan binatang buas lainya bukan milik yang empunya tanah tersebut. Segala yang diciptakan Allah berhak menikmati sabat (perhentian) antara lain manusia, binatang dan juga tanah. Kebiasaan ini sering dikenal dalam ilmu pertanian sebagai “bera” bahkan dipelihara yang bermanfaat untuk menguntungkan tanah dan melestarikan kesuburannya.  Prilaku tahun sabat adalah jawaban terhadap tindakan Allah dalam sejarah dan teriakan mereka yang tertindas itu mengingatkan bangsa Yahudi kepada perbudakan mereka sendri pada masa lampau. Donald B. Kraybill mengatakan bahwa unsur dari pembebasan adalah: 
1. Tanah diistrahatkan pada tahun ketujuh. Tanaman tidak boleh ditanam atau dipanen. Tanaman sukarela harus diberikan untuk orang miskin. 
2. Hamba-hamba dibebaskan pada tahun ketujuh. Ada orang yang menjadi hamba karena utang membengkak setelah bekerja selama enam tahun sebagai hamba sewaan, tahun yobel membebaskan pada tahun ke tujuh (Kel. 21:1-6;Ul. 15:12-18).
3. Utang dihapuskan pada tahun sabat, oleh karena mempunyai sistem ekonomi Israel, utang biasanya merupakan pinjaman amal bagi orang-orang yang membutuhkan dan tidak bersifat komersial. Memungut bunga dari utang atas pinjaman kepada sesama orang Ibrani dilarang (Ul. 15:1-6). 
Mengikuti Allah berarti memberlakukan anugerah dan keadilan bagi semua dalam kehidupan sehari-hari dan di dalam lembaga yang mengatur masyarakat. Kepeduliaan harus diperlihatkan dan ditujukkan kepada kaum miskin (Kel. 23:11), keadilan merupakan buah dari beristrahatnya tanah, ini adalah pengetahuan mendalam yang dihormati oleh masyarakat. Tradisi Saba dan Yobel adalah pemulihan umat perjanjian Allah. 
b) Persepuluhan
Persepuluhan adalah perbuatan iman (Ams. 3:9), tindakan ini bukan untuk menyogok Tuhan melainkan untuk menghormati Tuhan. Pemberian persepuluhan adalah penyataan ketaatan kepada Allah karena persepuluhan adalah milik dari Allah. Dalam Imamat 27:30 dengan tegas dikatakan “ segala persepuluhan dari tanah, baik dari hasil benih ditanam baik dari buah-buahan pepohonan itu milik Allah”. 
c) Komunalisme Jemaat Mula-mula
Jemaat-jemaat Kristen mula-mula serupa dengan lembaga lain di kota Yunani-Romawi. Kebanyakan jemaat mula-mula bertemu di rumah-rumah tangga Yunani-Romawi. Dan mereka dapat disebut juga dengan jemaat rumah, jemaat mula-mula dipersatukan dalam Sinagoge. Di dalam Sinagoge jemaat mula-mula tersebut melakukan fungsinya yaitu untuk saling menopang satu dengan yang lain dan bahkan milik pribadi dijadikan menjadi milik bersama. Kepeduliaan jemaat mula-mula ini jelas terlihat terhadap sesamanya. 
d) Prinsip-prinsip Ajaran Gereja dalam Dunia Sosial
Prinsip adalah suatu titik berpijak gereja dalam melakukan tugasnya apalagi terkait dengan dunia ekonomi. Gereja ternyata harus melihat dunia sosial yang harus disentuh sebaik mungkin. Ada beberapa prinsip yang telah diringkas oleh Bas de Gaay Forman ke beberapa bagaian antara lain: 
1. Martabat manusia
2. Komunitas dan kesejahteraan Umum
3. Hak dan tanggung jawab
4. Pilihan orang Miskin
5. Solodaritas dan Keadilan Ekonomi
6. Pengawasan
7. Peningkatan Perdamain

e) Panggilan Terhadap Orang Kaya
Yesus menegur secara ekstrim (Luk. 12:16-21) dimana suatu kekayaan tidak dapat membenarkan manusia dihadapan Allah, secara khusus harta milik tidak menjadi panutan terhadap keinginan untuk bertanggung jawab dalam dunia sosial tetapi harus melalui hati yang rela untuk membantu orang lain (Luk.16:13-31), Yesus juga menegaskan dan mensejajarkan posisi hubungan ini kedalam injil lain dimana tidak ada seorang pelayan yang mengabdi kepada dua tuan (Mat. 6:24), karena apabila hal itu terjadi maka seorang pelayan itu akan dibenci yang satu dan mengasihi yang lain. Kamu tidak dapat melayani Allah dan Mamon (Luk. 16:13) pararel dengan kotbah Yesus di bukit (Mat. 6:24). Yang mengikuti Yesus direkomendasikan untuk percaya dalam pemeliharaan dan belas kasih Allah. Karena ada tertulis “carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenaranya dan ang lainya akan ditambahkan padamu ” (Mat. 6:25-34) dari deskripsi ini ditemukan sikap “miskin di hadapan Allah” adalah orang yang melakukan kehendak Allah. Orang kaya juga mengalami panggilan untuk melayani Allah. Mereka adalah orang-orang yang datang kepada kerajaan Allah melalui penyelamatan Allah, dan orang seperti ini akan mewujudkan surga di bumi, karena itu orang-orang kaya juga ikut berpartisipasi di dalam kerajaan tersebut untuk berbagi dengan orang miskin. Pilihan mengutamakan orang miskin akan masalah kredibilitas pewartaan gereja bagi manusia dewasa ini. “preferential option for the poor” berarti memiliki tanggung jawab sosial yang berusaha untuk memperjuangkan keadilan supaya mereka yang sampai sekarang belum mendapat kesempatan ikut berpartisipasi untuk menikmati kehidupan yang lebih layak. 

2.7. Ekonomi Solidaritas sebagai Ciri Ekonomi Kerakyatan
Ekonomi kerakyatan tidak hanya berorientasi untuk semata-mata mengejar tingkat pertumbuhan yang tinggi, juga tidak sekedar mengedepankan pemerataan. Semua sisi harus terbangun dalam keseimbangan.  Konstitusi negara yang berkaitan dengan konsep dasar sistem perekonomian nasional sesungguhnya tidak hanya digunakan sebagai landasan kerangka pikir dalam menetapkan paradigma sistem ekonomi bangsa, namun jika mau menyelami lebih dalam, terkandung pesan filosofis dan moral yang menjungjung tinggi kepentingan keselamatan bangsa demi tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran bangsa dalam arti yang sebenarnya. Para peletak dasar negara telah memasukkan aspek ekonomi ke dalam UUD 1945, yang kemudian lebih dilengkapi dengan amandemen oleh MPR RI sebagai Lembaga Tertinggi Negara. Terkait dengan aspek ekonomi, dalam Bab XIV tentang perekonomia Nasional dan Kesejahteraan Sosial pasal 33, disebut:  dari hal tersebut dapat dipahami bahwa ekonomi yang ditawarkan oleh negara adalah ekonomi solidaritas karena mengarah kepada kepentingan hidup orang banyak karena itu, ekonomi kerakyatan disebut ekonomi solidaritas yang menjungjung tinggi harkat dan martabat manusia baik laki-laki maupun perempuan dan penghargaan atas kebudayaan, tradisi, dan kearifan masyarakat tradisional serta solidaritas dengan ekonomi timbal-balik. Begitu juga ikut melayani serta untuk melayani pembangunan insani, sosial, etis dan berkelanjutan bagi lingkungan. Penekanan pada kesetiakawanan didasarkan pada perwujudan bahwa apa yang dihasilkan dan kondisi produksi merupakan kunci bagi kualitas hidup dan kesehatan manusia dan bumi. Demi terwujudnya transisi menuju ekonomi kehidupan sebagai ekonomi solidaritas, perhatian yang besar harus diberikan pada pertanian yang membawa kehidupan, kerja keras serta penggunaan sumber-sumber daya. Transformasi menuju ekonomi solidaritas adalah transformasi yang di pimpin oleh masyarakat sebagai pelaku pemabangunan dirinya sendiri. 

2.8. Tinjauan Etika Kristen terhadap Sistem Ekonomi Kerakyatan dan Implikasinya bagi Peningkatan Perekonomian Jemaat
Etika adalah Ilmu atau studi mengenai norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa etika itu berbicara tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, tentang apa yang benar, baik dan tepat. Dengan demikian Etika Kristen adalah membicarakan mengenai tingkah laku manusia tentang yang benar dan yang salah sesuai dengan iman kepada Yesus Kristus. Etika Kristen merupakan tanggapan kepada kasih karunia Allah yang menyelamatkan. Kehidupan etis merupakan cara untuk memberi syukur atas anugerah Allah dan cara untuk hidup dala persekutuan dengan Allah.  Ekonomi kerakyatan adalah ekonomi yang berpusat pada peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta ekonomi yang akan berkembang dengan baik ketika sistemnya diadakan dari oleh rakyat dan untuk rakyat sendiri.  Ekonomi kerakyatan adalah ekonomi yang berkeadilan. Dalam hal ini Kristen juga dalam perlakuan ekonomi yang berbasis kerakyatan ini Kristen melakukan tindakan ekonomi yang adil karena memang Allah itu adil. Bahkan karena keselamatan yang telah diperoleh oleh orang Kristen membuat orang Kristen mengerjakan keselamatan itu. Kristen sebagai saksi-saksi karya Allah, mendapat tugas untuk memelihara dunia ini dan segala isinya, serta bekerja sama dengan Tuhan sebagai kawan sekerja Allah untuk mengembalikan dan memulihkan dunia ini menjadi baik dan pulih seperti maksud penciptaan Allah. “maka menjadikan segala sesuatu baik adanya” melalui iman Kristen, umat Kristen dapat hidup dalam kebenaran yaitu kebenaran tentang pengetahuan bahwa Allah itu setia; dalam pengharapan yaitu bahwa kesetiaan Allah kepada manusia akan memulihkan kebaikan manusia semula dan dalam kasih sebagaimana kasih Allah dalam menciptakan dunia dan isinya. Yesus juga mengajarkan tentang Kerajaan Allah dimana yang hendak menjadi saksi Kristus harus mempersaksikan suatu berita pembebasan kepada umat yang tertindas dan yang miskin.  Dalam teologi Kristen, ekonomi kerakyatan merupakan suatu bentuk misi yang harus dilakukan oleh gereja, dimana sistem ekonomi kerakyatan ditawarkan oleh Kristen bukan hanya sektarian tapi akan bersifat yang mampu menjawab persolan-persoalan kemiskinan di Indonesia serta peningkatan perekonomian. Pelayanan kepada orang miskin harus dilakukan oleh gereja bukan hanya bersifat karitatif melainkan pelayanan misi ekonomi yang transformatif. Gereja dalam misinya diharapkan mampu untuk menyuarakan suaranya kepada pemerintah supaya pemerintah tidak hanya membuat masyarakat seperti hubungan bapak dan anak “selalu di dikte” tapi harus memberikan kebebasan kepada masyarakat yang memiliki ekonomi yang berkeadilan. Dan etika Kristen juga menerima ekonomi kerakyatan karena kasih yang diutamakan khususnya bagi sesama manusia, yaitu saling melayani sesama dengan menegakkan keadilan karena segala pekerjaan yang berguna adalah pelayanan dan dalam persekutuan juga melayani Tuhan Yesus dan memperlihatkan kasih Kristus (Mat. 25:31-46).Ekonomi Kristen juga juga memiliki spritualitas berbagi di berbagai lapisan dan tingkatan dalam masyarakat dimana masyarakat juga memiliki hubungan komunikasi yang aktif dan saling membantu serta mengupayakan hasil yang terbaik bagi semua pihak. serta ekonomi berkeadilan yang tertulis dalam Amos 5:24 ”tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang mengalir” bahkan Paulus menyatakan kepada Timotius “kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, dan hidup rendah hati di hadapan Allahmu” (1 Tim. 6:11).
Yang menjadi implikasinya bagi peningkatan perekonomian bagi jemaat jika  diberlakukannya sistem ekonomi kerakyatan adalah sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa nilai yang terkandung dalam masyarakat adalah keseimbangan antara pribadi dengan kepeduliaan terhadap yang lain. Kebersamaan adalah suatu kekutan dalam masyarakat untuk melakukan tindakan ekonomi. Dengan demikian ekonomi yang berkeadilan dimana ekonomi yang mengandung nilai kesejahteraan. Dan tujuan ekonomi ini adalah untuk penyelamatan pasar. Ekonomi kerakyatan ini bukan untuk mengekploitasi manusia atau membuat manusia menjadi objek ekonomi tapi kerakyatan membuat manusia menjadi subjek dari ekonomi. Sehingga dalam jika dilihat dari peningkatan perekonomian jemaat, ekonomi kerakyatan sangat cocok dan salah satu bentuk Ekonomi kerakyatan yaitu CU (Credit Union) jika ditelusuri awalnya lahir di Jerman pada abad 19, dengan suatu lembaga keuangan yang menata modal ekonomi rakyat dan mengatur tata kuasa sumber daya alam dan tata produksi dan sepenuhnya untuk kesejahteraan bersama. Namun menurut penulis CU belum sepenuhnya dapat menangani keadaan ekonomi yang tidak adil, jadi harus bekerja dan melakukan amanat Tuhan Yesus agar menjadi gereja yang peduli dan pembawa berkat bagi umat manusia. Sehingga dalam melakukan ekonomi kerakyatan di Indonesia bahkan di jemaat harus diikuti oleh kemapuan untuk menyuarakan dan memperlihatkan fungsi kontrol terhadap pemerintah. Sehingga kiranya pemerintah dapat melakukan tugas dan fungsinya untuk mengatur pasar demi terciptanya ekonomi yang berkerakyatan. 

2.9. Analisa Penyeminar
   Ekonomi diperlukan dalam kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhanya. Namun sistem ekonomi sekarang membawa arus yang membahayakan bangsa khususnya perekonomian jemaat, oleh karena itu muncullah ekonomi kerakyatan yang memiliki landasan teologis. Saat ini dalam dunia ekonomi yang paling mendominasi adalah sistem ekonomi kapitalis menjadikan negara-negara berkembang menjadi sarana empuk untuk penanaman modal tersebut bukan untuk mengembangkan ekonomi kaum tersisih tapi semakin menjerebabkan ekonomi khususnya Indonesia kepada situasi yang lebih buruk. Sehingga ekonomi kerakyatan yang merupakan cita-cita dari UUD 1945 yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.kemunculanEkonomi kerakyatan sebagai sistem ekonomi karena sistem ekonomi kapitalisme, sosialisme dan liberalisme tidak mampu menuntaskan kemiskinan bahkan membuat jurang antara simiskin dan si kaya semakin lebar. Karena itu pembangunan ekonomi kerakyatan sudah menjadi tanggung jawab dalam era globalisasi ini. Dalam ekonomi kerakyaan juga merupakan perintah dari Allah kepada bangsaNya bangsa Israel dan perintah Yesus untuk memberitakan tahun pembebasan kepada orang-orang tertindas. Oleh karena itu untuk mewujud-nyatakan ekonomi kerakyatan ini pemerintah/negara dalam melalukan kebijakan ekonomi harus memperhatikan rakyat yang kurang mampu agar sasaran kebijakan-kebijakan ekonomi selalu mengutamakan yang miskin. Sehingga dengan demikian tercipta ekonomi yang berkeadilan dimana ekonomi yang mengandung nilai kesejahteraan khususnya di dalam meningkatkan perekonomian jemaat gereja.

III. Kesimpulan
 Ekonomi berasal dari bahasa Yunani Oikonomicos, oiconomia dari kata oikos yang berarti rumah atau tempat tinggal dan nemein yang berarti mengurus atau mengelola.  Secara singkat ekonomi dapat diartikan yaitu aturan rumah tangga sebagai sesuatu yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan pokok anggota rumah tangga dan masyarakat secara keseluruhan. Melalui hal ini dapat dikatakan bahwa tujuan ekonomi yang wajar adalah memenuhi kebutuhan pokok manusia. Sedangkan ekonomi kerakyatan adalah ekonomi yang berpusat pada peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Ekonomi kerakyatan juga berbasis pada kekuatan ekonomi rakyat. Dimana ekonomi rakyat sendiri adalah sebagai kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat serta ekonomi yang berkeadilan dimana ekonomi yang mengandung nilai kesejahteraan khususnya di dalam perekonomian jemaat gereja.

IV. Daftar Pustaka
Ahman, Eeng, Membina Kompetensi Ekonomi, Bandung: Grafindo Media Pratama, 2007
Aminuddin, M. Faishal, Globalisasi dan Neoliberalisme: Pengaruh dan Dampaknya bagi Demokratisi Indonesia,Yokyakarta: Logung Pusaka, 2009
Ana,  Julio De Santa, Good News to The Poor, The Challenge of The Poor In The History of The Church, Geneva:WCC,1977
Avanzini,  Jhon, Ekonomi Alkiabiah, Semarang: Media Injil Kerajaan, 2000
Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta: PT. Gramedia, 2000
Baker,  David L., Mari Mengenal Perjanjian Lama, Jakarta: BPK-GM, 2002
Botterweck,  G. Johannes dan Helmer Ringgren, “Yobhel” Dalam Thelogy Dictionary Of The Old Testament Volume VI, Grand Rapids: Michigan, 1870
Browning, W.R.F., Kamus Alkitab, Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2009
Effendy, Mochtar, Ensiklopedia Agama dan Masyarakat, Palembang: Universitas Sriwijaya, 2000
Ensiklopedia Masa Kini Jilid Ii A-L, J.D. Douglas, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2001
Freeman., D dan Rohde Island “Tahun sabat”, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid M-Z, Jakarta: YKBK
Hartropp,  Adrew, What is Economic Justice?, USA: Patermoster, 2007
Hirst, Paul, “Capitalism” dalam Ensiklopedia Ilmu-ilmu Sosial Edisi II, Adam Kuper dan Jessica Kuper (ed), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000
Hoffner, “Bayith”dalam Theological Dictionary of The Old Testament (Volume III), G. Johannes Botterweck (ed), Michigan: Grand Rapids, 1996
http://samsuljrs99.wordpress.com./2013/06/14/angka –kemiskinan-di-indonesia.menurut-bank-dunia//.html  diakses pada tanggal 12 November 2015 pada pukul 17.58 WIB
Kaiser Jr.,Walter C. “The Promise-Plan of God” dalam A Biblical Theology of The Old and New Testaments; Based on Toward An Old Testament Theology, Grand Rapids: Zondervan, 2008
Karman, Yonky, Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama, Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2004
Kieser,Bernhard. “Pilihan yang mengutamakan orang miskin, arah dasar bagi hidup jemaat” dalam Mewartakan dalam Kebebasan,Yokyakarta: Kanasius, 1991
Kraybill, Donald B., Kerajaan Yang Sungsang, Jakarta: BGK-GM, 2005
Kuntjara, Esther (Peneri), Mengubah Kapitalisme Dunia, Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1999
Limbong, Bernard, Ekonomi Kerakyatan dan Nasionalisme Ekonomi, Jakarta: Pustaka Margaretha, 2011
Lumbantobing, Darwin, Teologi Di Pasar Bebas, Pematang Siantar: L-SAPA, 2010
Manurung, Kaleb, Sekilas Tinjauan Etika Kristen Tentang Kehidupan Gereja, Rumah Tangga dan Berdiakonia, dalam Jurnal Teologi Tabernakel STT Abdi Sabda Tabernakel STT Abdi Sabda Edisi XXVII Januari-Juni 2012, Medan: STT Abdi Sabda, 2012
Massaro, Thomas, Living Justice: Catholic Social Teaching In Action, Wiconsin: Sheed and Ward, 2000
Mojau,Julianus,Meniadakan dan Merangkul, Jakarta: BPK-GM, 2012
Negoro, Darsono Prawiro, Karl Marx, Ekonomi Politik dan Aksi Revolusi, (Jakarta: Nusantara Consulting, 2012
Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Besar Bahasa Indonesia,Jakarta: Balai Pustaka, 1991
Poerwowidagdo, Judo, Ekonomi dan Teologi, dalam Teologi Ekonomi, Robert Setio, Jakarta: BPK-GM, 2002
Prabowo,  Agung Heru, “Pariwisata, Ekonomi Rakyat, dan Pemerataan Pembangunan” dalam Teologi Ekonomi, Robert Setio (Peny), Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2002
Pringgodigdo, A.G. (ed), Ensiklopedi Umum, Yogyakarta: Kanisius, 1973
Pringgodigdo, A.G. (ed), Ensiklopedi Umum, Yogyakarta: Kanisius, 1973
Saragih, Agus Jetron, Yobel dan Global, Upaya Membangun Ekonomi yang Berkerakyatan, dalam Jurnal Teologi Tabenakel STT Abdi Sabda Edisi XX Juli-Desember, Medan: STT Abdi Sabda, 2008
Sihombing, Batara “Proyek Pengumpulan Dana Paulus” dalam Jurnal Forum Biblika, Jakarta: LAI ,2002
Siregar,  Nelson F., “Peran Gereja Membangun Ekonomi Kerakyatan” dalam Pelayanan yang Kritis di Alam Demokrasi, Buku Pengucapan Syukur 50 Tahun Pdt. W.T.P. Simarmata. MA. Pearaja Tarutung: Kantor Pusat HKBP, 2006
Sitompul, Einar M., “Tahun Yobel memulihkan Hak Dasar Rakyat”, Dalam Gereja Menyikapi Perubahan, Jakarta: BPK-Gunung Mulia
Stambaugh, Jhon dan David Balch, Dunia Sosial Kekristenan Mula-mula,Jakarta: BPK-GM, 2008
Suseno, Franz Magnis, Etika Politik, Prinsip Moral dasar kenegaraan Modren, Jakarta: Gramedia, 1994
Suyatno, Thomas,dkk, Dasar-dasar Perkreditan, Jakarta: PT. Gramedia, 2003
Tim Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan Dewan Gereja se-Dunia, Globalisasi Alternatif Mengutamakan Rakyat dan Bumi, Jakarta: PMK-HKBP, 2006
Tim Keadilan, Perdamaian dan Ciptaan Dewan Gereja-gereja Dunia, Globalisasi Alternatif Mengutamakan Rakyat dan Bumi, Jakarta: PMK-HKBP, 2006
Widyatmadja,  Joseph P., Yesus dan Wong Cilik, Jakarta: BPK-GM, 2010

Jumat, 16 Februari 2018

KPK


Kepemimpinan di  Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS)


I. PENDAHULUAN
Kepimpinan adalah pengaruh, dan kepemimpinan rohani (gereja) adalah menggerakkan orang-orang berdasarkan agenda Allah.  Tugas seorang pemimpin adalah mempengaruhi umat Allah untuk melaksanakan rencana Allah.  
Untuk menjadi seorang pemimpin bukanlah hal yang mudah atau segampang yang dipikirkan setiap orang, karena menjadi seorang pemimpin harus memiliki tanggung jawab yang sangat besar terhadap anggotanya. Menjadi seorang pemimpin berarti seseorang harus mampu mengarahkan angotanya untuk dapat mencapai tujuan bersama. Di dalam kitab Kejadian 1:28 Allah sudah memerintahkan “penuhilah bumi dan taklukkan lah itu, berkuasalah,,,” ini adalah salah satu mandat yang diberikan Allah kepada adam dan hawa dengan maksud supaya mereka dapat memimpin segala sesuatunya, mereka dapat mengatur dan bahkan berkuasa atas bumi. Dari mandat tersebut, Allah sudah mengharapkan supaya manusia bisa menjadi seorang pemimpin yang baik. Menjadi seorang pemimpin berarti ia harus mampu mempengaruhi banyak orang-orang disekitarnya, menjadi seorang pemimpin harus selalu siap sedia setiap saat di dalam melihat persoalan di dalam orgnisasi atau di dalam kepemimpinannya. Untuk itu tidak semua pemimpin berhasil di dalam kepemimpinannya, banyak hal yang membuat  pemimpin jatuh karena tidak bijaksan  di dalam kepemimpinannya dan salah satu konsekuensi dari kepemimpinan yang sukses adalah banyaknya godaan, ini berulang-ulang diperingatkan di dalam Alkitab. 
Gereja dapat didefenisikan sebagai sebuah persekutuan yang diberi spesifikasi atau konotasi yang khusus, yaitu sebagai persekutuan orang-orang percaya yang dipanggil, dipilih dan dikuduskan untuk menjadi berkat bagi semua orang atau sesama manusia. dan dapat juga dikatakan bahwa gereja adalah umat Allah yang dipanggil keluar keluar dari dalam kegelapan kepada terangnya yang ajaib, untuk memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar (I Pet 2:9). Gereja dalam bahasa Yunani berasal dari “Kuriake” yang berarti milik Tuhan.   GKPS adalah gereja yang dipanggil dan diutus oleh Allah ditengah-tengah dunia ini. Ia berada dan terjadi bukan karena inisiatif manusia, akan tetapi atas inisiatif Allah dalam rangka misi penyelamatan-Nya di tengah-tengah dunia ini. Hakekat keberadaan gereja bersumber pada misi Allah.  Saat ini kita akan melihat bagaimana kepemimpinan di GKPS, semoga paper ini bisa menambah wawasan dan pengetahuan kita.

II. PEMBAHASAN
2.1.   Sekilas Mengenai GKPS
GKPS merupakan singkatan dari Gereja Kristen Prostestan Simalungun, yang merupakan salah satu gereja yang berlatarbelakang kesukuan, yaitu suku Simalungun. GKPS adalah sebuah gereja Kristen dari daerah Simalungun yang dirintis oleh zendeling (pengabar Injil) dari Rheinische Missionsgesellschaft (RMG), sebuah badan pengabaran Injil dari Jerman sebagai upaya mengabarkan Injil bagi suku Simalungun. Kontak pertama RMG dengan Simalungun dilakukan melalui Henri Guillaume yang ditempatkan RMG di Kuta Bukum, Karo pada tahun 1899.  Pada tanggal 16 Maret 1903, Dr. Schreiber dari RMG secara mengutus telegram singkat yang merekomendasikan pengabaran Injil ke Timorlanden (sebutan bagi Simalungun).  
Setelah menerima telegram yang berisi Tole den Timorlanden das Evangelium (perintah menyebarkan Injil di tanah Timur) maka pada tanggal 2 September 1903 sekelompok penginjil dari RMG yang dipimpin oleh pendeta August Theis tiba di Pematang Raya untuk menyebarkan Injil. Tanggal 2 September sampai saat ini diperingati setiap tahunnya oleh anggota GKPS sebagai hari olob-olob yang artinya sukacita untuk mensyukuri masuknya firman Alkitab di Simalungun. Dan pada saat itu bernama HKBP Simalungun 
Pada tanggal 1 September 1963, HKBP Simalungun resmi berganti nama dengan GKPS.  Surat resmi yang ditandatangani oleh Pdt. G. H. M. Siahaan (wakil HKBP) dan Pdt. Jensi Siboro (mewakili HKBPS) di HKBPS Jalan Sudirman Pematangsiantar dan pada tahun 1964 GKPS menjadi anggota Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI). 

2.2 Model Kepemimpinan GKPS
GKPS merupakan gereja Kristen yang beraliran Lutheran. Bagi Luther, jabatan-jabatan gereja adalah pendeta dan para penatua yang menjalankan tugas dalam ibadah dan pengajaran. Yang terpenting bagi Luther adalah jabatan-jabatan gereja itu tidak bertentangan dengan inti amanat Alkitab atau Injil. 
Luther tidak menekankan gereja sebagai lembaga yang memiliki tata jabatan dan organisasi yang baku. Karena itu, gereja-gereja Lutheran dapat memilih pola dan sistem yang cocok dengan situasi dan kebutuhannya. Dalam perkembangannya, pendeta menduduki posisi tertinggi sekaligus penentu semua kebijakan gereja. Maka, gereja yang termasuk gereja Lutheran memiliki sistem kepemimpinan Sinodal. Dan GKPS termasuk dalam gereja Lutheran dengan sistem keorganisasian atau sistem pemerintahan Sinodal.  

2.3 Kepemimpinan Sebagai Panggilan dan Suruhan Gereja di GKPS
Dengan berlandaskan iman, pengharapan dan kasih, berdasarkan Tata Gereja Bab 3 pasal 6 GKPS terpanggil dan disuruh untuk: 
a. Bersekutu dalam Yesus Kristus, Yohanes 17: 21-23, 1 Korintus 1:9, 1 Yohanes 1:7.
b. Bersaksi melalui perkataan dan perbuatan, Ulangan 6:4-9, Matius 28: 19-20, Markus 16:15, Kisah Rasul 1:8.
c. Melayani sesuai  dengan teladan Yesus Kristus, Matius 25: 40, Markus 10:45, Lukas 44:18-19.
Untuk itulah di dalam menunaikan panggilan dan suruhan gereja sebagaimana yang di maksud  dalam pasal 6, GKPS mempunyai tugas dan tanggungjawab:
a. Mewujudkan persekutuan di kalangan orang-orang percaya.
b. Memberitakan Firman Tuhan dan mengabarkan Injil serta melaksanakan pelayanan Sakramen.
c. Menyelenggarakan usaha-usaha pengasihan dan pelayanan.
d. Menetapkan jabatan-jabatan pelayan ggereja.
e. Memimpin, membimbing dan membina jemaat berdasarkan firman Tuhan serta melaksanakan siasat gereja.
f. Menjamin kerjasama secara terbuka dengan gereja-gereja dan berperan aktif dalam badan-badan oikumenis di tingkat lokal, wilayah,nasional, regional, global. 
g. Mencerdaskan dan mensejahterakan warga ereja dan masyarakat serta mewujudkan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan.
h. Membina hubungan yang harmonis, dinamis dan dialogis dengan semua golongan atau kelompok masyarakat Indonesia yang majemuk.
i. Melestarikan, memberdayakan dan memelihara budaya Simalungun dalam terang Firman Tuhan.
j. Turut melaksanakan Pancasila an UUD 1945.
k. Menyelenggarakan kegiatan dan usaha yang mendukung pendanaan pelaksanaan dan tugas dan tanggungjawab gereja.
l. Proaktif melaksanakan pelestarian lingkungan hidup, memelihara ekosistem dan menjaga keseimbangan alam. 

2.4 Pelayan sebagai Pemimpin di GKPS
Yang disebut sebagai pelayan sekaligus yang menjabat sebagai pemimpin di GKPS adalah:  
1. Anggota GKPS, sesuai dengan imaamat am orang percaya, terpanggil untuk melayani (band. 1 Ptr 2:9)
2. Tanpa mengurangi arti dan hakekat imamat am orang percaya, di GKPS ada yang disebut dengan jabatan pelayan yang terdiri dari Pendeta, Penginjil, Sintua, Syamas, dan Guru Sekolah Minggu.
3. Pendeta, Penginjil dan Sintua adalah Jabatan Pelayan Tahbisan (Ef. 4:11-12).
Dan dengan demikian ketika sudah ada jabatan pelayan, maka tugas dan panggilan gereja sebagai pelayan akan diwujudnyatakan di dalam persekutuan jemaat yang terstruktur mulai dari tingkat jemaat-jemaat, tingkat resort, tingkat distrik dan seluruh jemaat GKPS.

2.5 Tugas dan Tanggungjawab Pemimpin GKPS
Di GKPS kepemimpinan muncul akibat adanya tugas dan panggilan maupun suruhan gereja yang berasal dari Kristus.  Kepengurusan GKPS  terdiri dari : majelis jemaat, pengurus resort dan pimpinan pusat. Di dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya para  pelayan memiliki wadah untuk menentukan masa depan kepengurusan untuk itu setiap kepengurusan di berikan tanggungjawab supaya mampu mencapai visi dan misi , untuk itu kepada majelis jemaat adalah pelaksanaan kepengurusan  di jemaat yang diangkat dan ditetapkan serta ertanggung jawab kepada sinode jemaat dan menyampaikan laporan kepada pengurus resort. Demikian halnya dengan pengurus resort adalah pelaksana kepengurusan di resort yang diangkat dan ditetapkan serta bertanggungjawab kepada sinode resort dan menyampaikannya kepada pimpinan pusat. Dan pimpinan pusat  memimpin pelaksanaan kepengurusan GKPS yang diangkat dan ditetapkan seta bertanggungjawab kepada sinode bolon. 
Pimpinan pusat adalah kepemimpinan dwitunggal terdiri dari Ephorus dan Sekretaris Jendral: dimana Ephorus adalah pimpinan penggembalaan, pelayanan dan kepengurusan GKPS. Sekretaris Jenderal adalah pimpinan kepengurusan GKPS dan pelaksana tugas harian pimpinan Pusat. Yang dibantu oleh praeses, kepala departemen dan kepala biro yang bertanggungjawab kepada pimpinan pusat. 
Ada juga dikatakan sebagai para pelayan GKPS, pelayan-pelayan GKPS adalah mereka yang terpaggil menjadi pendeta, penginjil, sintua, syamas dan guru sekolah minggu.
Tugas umum pelayan GKPS adalah: 
a. Memberitakan Firman Tuhan dan mengabarkan injil.
b. Mengajarkan Firman Tuhan kepada Jemaat.
c. Menggembalakan jemaat sesuai dengan teladan Yesus Kristus
d. Melayani jemaat dalam kebaktian, acara khusus yang diatur dalam peraturan GKPS.
e. Melaksanakan pelayanan dan perbuatan kasih sesuai dengan teladan Yesus Kristus.
f. Membina warga jemaat menjadi warga yang mandiri, dewasa dan betanggungjawab dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab gereja.
g. Membina kemandirian Jemaat dalam bidang keuangan, mengurus dan memelihara harta kekayaan GKPS.
h. Membina jemaat dan warga jemaat berperan aktif dalam kegiatan oikumenis.
i. Membina warga jemaat menjadi warga negara yang bertanggungjawab.
Untuk itu di dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab  setiap pelayan wajib berusaha sungguh-sungguh untuk hidup menurut Firman Tuhan dan menjadi teladan yang baik bagi Jemaat, membenahi diri dan meningkatkan kemampuan antara lain melalui sermon, Kursus penelaahan Alkitab dan kegiatan lainnya. 

2.6 Kualifikasi pemimpin Di GKPS
Di dalam mencari kualifikasi  kepemimpinan yang layak duduk sebagai pemimpin di GKPS memiliki cara dalam peraturan GKPS. Di dalam menentukan pemimpin memiliki aturan dan tata cara yang disepakati bersama di dalam sinode bolon. Sebagai organisasi, GKPS membutuhkan Managemen yang baik, yang dikelola oleh pegawai yang setia, cakap, berdedikasi dan bijaksana (Mat. 24:45). Salah satu cara untuk mendapatkan tenaga pelayan yang cakap  dan berdedikasi adalah melalui seleksi penerimaan dan pengangkatan pegawai GKPS yang syarat-syarat dan prosedurnya diatur dalam satu ketentuan yang disebut dengan  ketentuan penerimaan dan pengangkatan pegawai GKPS. Dan yang dimaksud dengan pegawai GKPS dalam ketentuan ini ialah pendeta dan penginjil sebagai tenaga fungsional dan pegawai kantor pusat yang bukan pendeta dan penginjil sebagai tenaga teknis. Sedangkan ketentuan penerimaan dan pegangkatan pegawai GKPS adalah salah satu ketentuan yang mengatur  tentang seleksi bagi calon  Vicar pendeta,  Vicar penginjil dan calon pegawai percobaan  tenaga teknis menjadi vicar pendeta, untuk dapat diterima di GKPS. 

2.7 Pola Kepemimpinan di GKPS
2.7.1 Teologis
Berbicara mengenai pola ternyata GKPS di dalam mencapai tugas dan tanggungjawabnya yaitu dengan pola teologis, dikatakan teologis karena tugas dan tanggungjawabnya langsung kepada Tuhan bukan kepada pusat atau pimpinan yang lain, tugas dan tanggungjawab itu dilaksanakan untuk kemuliaan nama Tuhan.
2.7.2 Demokratis 
Dikatakan demokratis  yaitu bertanggungjawab terhadap yang dipimpinnya, untuk itu di dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab selain dipertanggungjawabkan kepada Tuhan pelayan juga bertanggungjawab kepada jemaat yang dipimpin.

III. ANALISA/SARAN
Kepemimpinan Kristen secara khusus berkaitan dengan kepemimpinan dalam organisasi keagaman. Di sini, kepemimpinan Kristen sebagai “suatu proses terencana yang dinamis dalam konteks pelayanan Kristen (yang menyangkut faktor waktu, tempat, dan situasi khusus) yang di dalamnya oleh campur tangan Allah, Ia memanggil bagi diri-Nya seorang pemimpin dengan kapasitas penuh untuk memimpin umat-Nya yang menggelompokkan diri dalam suatu institusi atau organisasi, guna mencapai tujuan Allah yang membawa keuntungan bagi pemimpin, bawahan, dan lingkungan hidup bagi serta melalui umat-Nya untuk kejayaan kerajaan-Nya”.  Pemahaman tentang keunikan kepemimpinan Kristen ini menegaskan bahwa kepemimpinan Kristen adalah suatu proses terencana dan dinamis, mengambil konteks pelayanan Kristen sebagai situasi khusus, yang meliputi waktu serta tempat khusus pula. Maka, kepemimpinan gereja GKPS adalah kepemimpinan Kristen dengan konteks pelayanan khusus Simalungun.
Gaya dan sifat kepemimpinan gereja menjadi faktor dalam pemberdayaan gereja dan jemaat tersebut. Adapun yang dimaksud dengan kepemimpinan adalah gaya dan sifat kepemimpinan yang dipraktikkan baik oleh pejabat gereja maupun para pelayan gereja lainnya dalam menjalankan tugas mereka. Gaya dan sifat kepemimpinan akan memampukan para pemimpin maupun jemaat yang dipimpinnya apabila: 
1. Gaya kepemimpinan partisipatif dan kemampuan jemaat dikembangkan.
2. Pengembangan diri para pemimpin dan para pelayan gereja lainnya diperhatikan secara memadai.
3. Sifat kepemimpinan yang saling melayani atau menggembalakan diberlakukan.
Kepemimpinan itu tidak terlepas dari visi dan misi. Visi kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai kemampuan pemimpin untuk melihat serta memahami keinginan suci yang ditulis oleh Allah di dalam batinnya bagi organisasi serta kepemimpinannya. Oleh karena visi kepemimpinan itu adalah penuntun hidup dan kerja suatu kelompok orang yang dipimpin dari setiap organisasi. Dan kepemimpinan Kristen itu harus berpusat pada Kristus. 
Ketika pengorganisasian telah disusun dan diatur dalam Tata Gereja dan Peraturan Rumah Tangga GKPS, demikian juga dengan peraturan lainnya seperti Seksi, Badan, dan lain-lain maka pengorganisasian di dalam strukutur kepemimpinan GKPS merupakan proses untuk menciptakan hubungan yang baik fungsi-fungsi, personalia atau daya, dana sarana dan faktor-faktor  lainnya agar kegiatan dapat dilaksanakan, disatukan dan diarahkan untuk mencapai tujuan bersama GKPS. Dan kepemimpinan gereja haruslah kepemimpinan yang merupakan proses yang digunakan oleh orang ketika mereka memberikan apa yang terbaik dalam diri mereka dan dari orang lain. Kepemimpinan di dalam GKPS dipahami sebagai kepemimpinan dwitunggal, kepemimpinan yang terdiri dari dua orang tetapi mereka adalah satu, akan tetapi haruslah dipahami bahwa kepemimpinan melibatkan orang, kelompok, organisasi artinya ada tim dan dibutuhkan kerjasama.  Maka, dibutuhkan model kepemimpinan gereja yaitu kepemimpinan Yesus yang menghamba yang mengartikan seharusnya para pemimpin yang mampu menyerap dan melaksanakan ide-ide orang lain. 
Kepemimpinan bukanlah kekuasaan yang diberikan melainkan ada tanggungjawab dan otoritas yang diberikan. Otoritas yang dibangun dengan dasar kepercayaan dan kompetensi. Oleh karena itu, Ephorus dan Sekretaris Jenderal yang telah di pilih harus benar-benar menghayati otoritas yang telah di berikan kepada mereka. Dan sekalipun mereka adalah orang yang dipilih melalui sinode akan tetapi mereka perlu memahami bahwa kepemimpinan itu bukanlah milik pribadi dari orang-orang yang memiliki kharisma. 
Di dalam  kepemimpinan GKPS  terutama yang memiliki jabatan tahbisan, harus berjuang mengerjakan tugas dan tanggungjawab yang diberikan kepada para pelayan,supaya pola kepemimpinan yang secara teologis dan demokratis dapat terwujud dalam panggilan sebagai pemimpin di tengah-tengah kehidupan jemaat GKPS. 
Hal yang dapat kita refleksikan adalah, mampukah kita menjadi seorang pemimpin yang berkualitas, hal tersebut menjadi tantangan pada kita di abad-21, gereja tidak lagi membutuhkan pendeta yang hanya bisa berkhotbah tetapi gereja merindukan sosok pemimpin dalam segala hal, yang mampu mengarahkan kehidupan mereka untuk lebih baik lagi. Tapi itu didapatkan hanya dalam seorang jiwa pemimpin, bagaimana dengan kita saat ini, mampu kah kita menjadi pemimpin yang dirindukan oleh jemaat Tuhan? Mampukanh kita menunjukkan sikap integritaas dan spiritualitas kita dalam kehidupan pelayanan kita? Itulah tantangan bagi para pemimpin masa depan gereja, dan saat ini kita sedang dibentuk menjadi seorang pemimpin yang berkualitas, karena yang diharapkan gereja bukan hanya pemimpin  asal-asalan tetapi gereja membutuhkan pemimpin yang berkualitas yang mampu mengarahkan dan membawa gereja keluar dari berbagai macam masalah yang ada.
Untuk itu kualitas kepemimpinan seorang pemimpin ditentukan   oleh kepekaan serta kemampuannya untuk melakukan hal yang tepat, pada saat yang tepat dan dengan cara yang tepat. Seperti yang tertulis dalam Mazmur 126:5-6 “orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan sorak sorai, orang yang berjala maju dengan menangis, sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak sorai membawa berkas-berkasnya” yang ingin disampaikan pemazmur pada kita adalah menjadi pemimpin bukanlah hal yang sangat mudah, pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang tahan atas penderitaannya,  menabur dengan air mata berjalan dan bekerja dengan tangisan akan menghasilkan tuaian. Artinya pemimpin yang sungguh-sungguh melayani di dalam Tuhan akan mendapatkan kesukaan pada akhirnya.
 Kepemimpinan Ephorus dan Sekretaris Jenderal dalam GKPS merupakan ujung tombak pelayanan oleh karena itu perlu dibekali dalam hal kepemimpinan dan mereka harus dapat memberi tanggungjawab terhadap majelis jemaat, perlunya transparansi Pimpinan Pusat ke jemaat, tanggap terhadap masalah yang dihadapi di dalam GKPS, mampu untuk memberi pengaruh, berani dan berwawasan luas, serta kinerja Ephorus dan Sekretaris Jenderal perlu ditingkatkan, jangan ada KKN (Kolusi, Korupsi, Nepotisme), usulan jemaat harus ditanggapi oleh Pimpinan Pusat lewat surat, dan perlunya pengawasan yang ketat dalam setiap kepengurusan. Para pelayan harus terus berpedoman pada tata gereja dan peraturan-peraturan GKPS supaya dapat mempertahankan apa yang sudah ditetapkan. Begitu juga dengan Visi dan Misi GKPS harus dijadikan sebgai tolak ukur supaya tujuan organisasi dapat terus tercapai dan terarah. Di dalam kepemimpinan GKPS dilakukan secara penggembalaan tidak secara hierarkis. Di dalam 2011-2030 adalah periode peralihan di GKPS, untuk itu di dalam pola kepemimpinan dan cara berjemaat belum dapat dikatakan maksimal karena GKPS diminta bukan hidup untuk diri sendiri akan tetapi hidup untuk jemaat. Untuk itu perlu penatalayan yang baik di dalam kepemimpinan GKPS, GKPS membutuhkan  organisasi  yang baik, memiliki laporan keuangan yang transparan. Untuk itu reformasi kepemimpinan sangat perlu di GKPS. Supaya mampu mengokohkan iman jemaat yang mampu bermisi  ke dalam maupun keluar. Untuk itu GKPS perlu belaja kembali menjadi pemimpin yang rendah hati dan memiliki pola kepemimpinan yang berpola  menggembalakan menjadi berkat dan peduli terhadap semua orang. 

IV. KESIMPULAN 
Kepemimpinan di GKPS ternyata memiliki prisip teologis dan demokratis yang menyatakan bahwa kepemimpinan itu harus bertanggungjawab atas tugasnya tidak hanya kepada Tuhan tetapi juga kepada manusia,. Prinsip yang demikian sudah ditanamkan dalam diri GKPS di dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya sebgai garam dan terang dunia di tengah-tengah dunia. Dan seorang pemimpin ternyata harus memiliki perencanaan yang jelas, memiliki integritas yang baik,(loyal dan jujur), menjadi pemecah masalah), bersikap positif, mengambil tanggung jawab, dapat melayani, menolong dan mengembangkan orang lain, setia pada komitmen dan pantang menyerah, mampu menjadi teladan dan tetap belajar. Itulah pemimpin yang baik.

V. DAFTAR PUSTAKA
Abineno, J.L.Ch., Garis-garis Besar Hukum Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2002 
Aritonang, Jan S., Berbagai Aliran Di Dalam Dan Di Sekitar Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2008 
Barna, George, Leaders On Leadership, Malang: Gandum Mas, 2002
Bersntein, Steven M. dan Smith, Anthony F., “The Puzzle of Leadership” dalam The Leader of the Future, Frances Hesselbein, Marshall Goldsmith, dan Richard Beckhard (eds.), San Fransisco: Jossey-Bass, 1996 
Dasuha, Juandaha Raya P. & Sinaga, Martin L., “Tole den Timorlanden das Evangelium”, Pematangsiantar: Kolportase GKPS, 2013
Gibbs, Eddie, Kepemimpinan Gereja Masa Mendatang, Jakarta: BPK-GM, 2010 
Hasil Wawancara dengan Pdt. J. Christiaan pada hari Sabtu, 07 Maret 2015 di Kantor Pusat, Pematang Siantar
Henry & Blackaby, Richard, Kepemimpinan Rohani, Batam: Gospel Press, 2005 
Keputusan Sidang Majelis Gereja, Ketentuan dan Penerimaan dan Pengangkatan Pelayan GKPS, 15-18 Oktober 2014 di Medan
Kooij, Rjin van, Patnaningsih, Sri Agus, Yam’ah Tsalatsa A., Menguak Fakta, Menata Karya Nyata: Sumbangan Teologi Praktis Dalam pencarian Model Pembangunan Jemaat Kontekstual, Jakarta: BPK-GM, 2008 
Kouzes, James M. dan Posner, Barry Z., The Leadership Challenge, San Fransisco: Jossey-Bass, 2002 
Nommensen, J. T., Ompui Dr. I. L. Nommensen, Jakarta: BPK-GM, 1974
Pimpinan Pusat, Susukara 2000, Pematangsiantar: Kolportase GKPS, 2000
Pimpinan Pusat, Susukara 2007, Pematangsiantar: Kolportase GKPS, 2007
Sinuraya, P., Diakonia No.6 Sejarah Pelayanan GBKP di Tanah Karo, 1890-1940, Medan: Merga Silima, 1996
Tomatala, Yakob, Kepemimpinan yang Dinamis, Jakarta: YT. Leadership Foundation, 2002 
Tomatala, Yakob, MANAJEMEN: Pengembangan Sumber Daya Manusia Pemimpin Kristen, Jakarta: YT. Leadership Foundation, 2003
Wright, Walter, Relational Leaderdhip, Carlisle: Paternoster, 2000

Renungan...

Dengarkan dan Lakukan Nats : “Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya” [ayat 28] Ada satu p...