Nama : Irma Farma Pasaribu
NIM : 11.01.801
Ting/Jur : IV-B/Theologia
Mata Kuliah : Seminar Dogmatika
Dosen : Pdt. P. Munthe, M.Th
KOTA ALLAH
(Suatu Tinjauan Dogmatis Terhadap Kota Allah Menurut Agustinus dan Relevansinya Bagi Kehidupan Bergereja Pada Masa Kini )
I. Latar Belakang Masalah
Berbicara mengenai Kota Allah, maka secara otomatis kita berpikir bahwa Allah berkenan atas tempat itu. Banyak pandangan yang mengatakan bahwa Kota Allah itu ada di Yerusalem, Roma, Antiokhia,dan tempat-tempat yang dianggap bahwa Allah berkanen datang untuk kedua kalinya. Jadi timbul sebuah persoalan dalam pola pikir manusia saat ini mengenai konsep Kota Allah. Banyaknya alasan-alasan yang mengatakan bahwa Yerusalemlah Kota Allah tempat Allah berkenan untuk hadir. Sangat banyak konsep mengenai kota Allah, apakah memang Allah tetap berkenan hadir dalam kota itu.
Yerusalem dianggap menjadi sebuah kota di mana Allah berkenan hadir, hal itu disebabkan karena banyaknya peristiwa-peristiwa yang penting dalam iman kristen yang terjadi di kota tersebut. Salah satu keunikan kekristenan terletak pada kesadarannya tentang sejarah. Sejarah hidup manusia dilihat sebagai perjalanan di dalam ruang dan waktu dan juga dimengerti sebagai lintasan peristiwa-peristiwa yang memiliki awal dan akhir. Kesadaran semacam ini menjadikan kekristenan mampu eksis dan hidup secara dinamis, terus bergerak maju menuju tujuan akhirnya.
Ironisnya, pada masa kini nampak banyak gereja yang tidak mengerti apalagi menekankan kesadaran sejarah yang demikian, sehingga sering terdengar banyak gereja yang menjadi pasif, tidak memiliki visi dan misi yang jelas, tidak bertumbuh secara maksimal, tidak berpengharapan dan tidak sedikit yang menjadi apatis terhadap masalah-masalah dunia yang ada di sekitarnya. Tulisan ini berusaha menggugah kembali kesadaran gereja Tuhan terhadap sejarah melalui interpretasi yang dilakukan oleh Agustinus, salah satu teolog klasik terbesar pada abad keempat, dalam karyanya Kota Allah (The City of God). Karyanya ini telah menjadi pengajaran standar gereja Kristen selama berabad-abad mengenai sejarah yang dilihat dari perspektif iman Kristen. Melalui usaha menggugah kesadaran sejarah ini diharapkan gereja dapat lebih memahami keberadaan, tugas dan tanggung jawabnya dalam sejarah, serta lebih serius mengisi ruang dan waktu yang melintas ini dengan kegiatan dan peristiwa pembangunan kerajaan Allah secara progresif dan konstruktif. Apa pemahaman kita saat ini kita diajak untuk melihat lebih dalam mengenai kota Allah itu, di manakah sebenarnya Yerusalem yang baru yang kita dambakan saat ini.
II. Pembahasan
2.1 Pengertian Kota Allah
Kata kota, menurut Bintarto adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi, strata sosial ekonomi heterogen dan kehidupan materialistis. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata kota dapat diartikan sebagai daerah yang terdiri atas bagunan rumah yang menrupakan kesatuan tempat tinggal dari berbagai lapisan masyrakat, dan juga merupakan pusat pemerintah, ekonomi dan kebudayaan.
Kota Allah adalah suatu tempat atau lokasi di mana Allah berkenan hadir dan memilliki makna yang kudus, kota Allah secara sejarah memiliki kaitan dengan hal-hal dimana umat atau pemimpin suatu agama merasakan hadirat dan kehadiuran Allah. Suatu tempat yang memiliki makna tertentu sehingga tempat tersebut dianggap suci atau kudus, misalnya: Yerusalem (kota yang dianggap suci oleh bangsa Israel sebab tempat ini memiliki hubungan yang religinya yaitu Allah Israel). Di mana di tempat itu Allah hadir dan memimpin melalui hamba-Nya. Kedatangan dan kehadiran Allah yang secara mendadak, Allah sendiri memilih saat, tempat, dan cara bagaimana Ia berkenan datang, Ia sendiri pula menetapkan siapakah yang hendak dilawat-Nya, bukan manusia sendiri yang bertindak melainkan Allah sendirilah yang bertindak.
2.2 Konsep Kota Allah Menurut Alkitab
2.2.1 Konsep Kota Allah Menurut Perjanjian Lama
Konsep Kota Allah dalam Perjanjian Lama sering identik kepada tempat-tempat di mana Allah berkenan hadir untuk menyatakan dirinya. Jika kita melihat di dalam perjanjian Lama tempat-tempat yang Allah berkenan adalah tempat-tempat yang memiliki sejarah dalam kehidupan Israel. Tempat yang kudus dalam Bahasa Ibrani yaitu “Miqdasy” dan terkait dengan itu “Qodesy” yang menunjukkan pada sutu tempat dikhususkan untuk meyembah Allah. Dalam Perjanjian Lama tempat Suci yang tertua bagi bangsa Israel adalah kemah yang dapat dipindah-pindahkan yang dikenal dengan kemah Suci, dimana ditempat itu berisi dua loh batu kesepuluh hukum Allah disimpan (Kel.25:8).
2.2.2 Konsep Kota Allah Menurut Perjanjian Baru
Mulai sejak perjanjian lama sampai pada masa Yesus sangat berkaitan. Tetapi tempat-tempat yang Allah berkanan memang agak sedikit berbeda dengan masa perjanjian lama. Dalam hal ini, di mana Yesus berjalan dan tempat mana yang telah Yesus jalani, itu merupakan temapt-tempat yang Allah tetap berkenan. Beberapa daerah dan tempat sucinya antara lain:
• Betlehem
Kota dimana Yesus lahir, tempat tinggal nenek moyang Daud, dekat kuburan Rahel, yang dulunya disebut Efrat (disebut sebagai Betlehem Yehuda), terletak di sebelah Selatan Yerusalem.
• Nazaret: kota Galilea Selatan, tempat kediaman Yusuf dan Maria
• Sungai Yordan: sungai yang mengalir dari Utara, Tasik- Galilea sampai ke laut mati, melewati kapernaun, Betsaida dan Geresa. Memiliki makna penting bagi Israel, dimana bangsa Israel pernah menyeberanginya, sungai dimana Yesus dibaptis dan sekarang dijadikan sebagai tempat yang suci dimana Allah berkenan akan tempat itu.
• Golgata: tempat dimana Yesus disalibkan (bukit tengkorak), letaknya diluar kota Yerusalem dan menjadi tempat makam Yesus (tahun 335 dibangun sebuah Basilika bernama Basilika Konstantina).
• Taman Getsmani : di timur Yerusalem, seberang lembah kodron dekat bukit Zaitun (di mana Yesus dan murid-murid-Nya sering mendatangi tempat ini dan berdoa, beristirahat serta menjadi panggung kesengsaraan Yesus (Markus 14:32-52).
Tempat-tempat inilah yang kemudian hari menjadi tempat suci. Menurut pemahaman orang Kristen bahwa di tempat ini Allah berkenan hadir dan menyatakan hadiran-Nya kepada umat-Nya. Secara keseluruhan bahwa semua tempat-tempat peristiwa perjanlan kehidupan Yesus adalah daerah Palestina.
2.3 Beberapa Kota Yang Dianggap Menjadi Kota Allah
2.3.1 Yerusalem
Secara etimologi Yerusalem berasal dari dua suku kata yaitu: yara yang berarti landasan atau dasar dan shalem yang artinya rupa Allah. Nama ini kemungkinan sudah dipakai sebelum Israel menguasai kota ini. Dalam Alkitab kata Sion, sering digunakan yang menunjukkan pada Yerusalem. Nama Yerusalem juga terdapat dalam naskah-bnaskah Asyira yaitu dengan sebutan Urusalim atau Urusalimmu. Kata Uru diartikan dengan dasar sedangkan kata salim mengacu pada dewa Kanaan yaitu Syalem. Jadi besar kemungkinan arti asli dari nama itu adalah Syalem.
Dalam bahasa Yunani kata Yerusalem terdiri dari dua suku kata yaitu, Hierosoluma dan Hierousalem dan nampaknya kata itu dihelenisasikan. Dalam bahasa Yunani kata Hieros diartikan adalah kudus jadi Hierousalem adalah Kota Kudus tempat Allah selalu berkenan hadir. Ada 2 alasan mengapa Yerusalem dikatakan sebagai kota yang dihormati dan dicintai:
Yerusalem terkenal sebagai tempat Bait Suci, pusat ibadah yang sangat dibanggakan, dan tempat ini menjadai sasaran kunjungan dari umat yang dekat maupun jauh, karena kota ini menjadi kerinduan dan pengharapan orang banyak.
Yerusalem dikenal juga sebagai Kota Daud, yaitu sebagai pusat yang sangat mengesankan, kaya akan gedung-gedung pemerintahan, dengan tembok-tembok dan pintu-pintu gerbang.
Agama Yahudi menyucikan kota Yerusalem berawal dari pemilihan Abraham oleh YHWE dan memberikan tanah Kanaan kepadanya dan keturunannya. Selanjutnya setelah terjadi kelaparan di Kanaan keturunan Yakub yaitu Israel pergi ke Mesir dan tinggal disana 400 tahun. Mereka mengalami perbudakan di Mesir. Melalui Musa Allah membawa Israel keluar dari tanah perbudakan Mesir menuju tanah Kanaan. Sebelum orang Israel memasuki tanah Kanaan, kota Yerusalem disebut dengan Yebus karena yang menghuni kota ini adalah orang “Yebus”. Orang Yebus tidak pernah diusir dari kota ini sampai masa kerajaan Daud. Tabut yang dimasukkan adalah tabut yang melambangkan kehadiran Yahweh. Tabut tersebut ditempatkan di tempat ibadah berbentuk tenda (kemah). Tempat berbentuk tendah inilah nanti yang menjadi tempat berdirinya Bait Suci yang didirikan oleh raja Salomo.
Yerusalem merupakan kota yang paling unggul karena kota ini tempat tinggal keluarga Daud dan pusat hidup keagamaan bangsa Israel. Pada masa kerajaan Israel yang dimulai dari pemerintahan raja Saul dan kemudian dilanjutkan oleh Daud, Yerusalem belum merupakan milik Israel atau milik salah satu suku Israel tetapi Yerusalem masih merupakan kota bangsa Kanaan yang sangat kuat dan didiami oleh suku Yebus. Daud bermaksud menjadikan Yerusalem sebagai ibukota kerajaannya yang sebelunnya berada di Hebron. Daud pun mengarahkan pasukan-pasukannya untuk merebut Kota Yerusalem baginya dan melalui kemenangannya atas kota Yerusalem yang direbut dari tangan bangsa Yebus maka kota Yerusalem menjadi kota Yerusalem menjadi Kota Daud dengan sebutan “Kota Daud” (2 Sam. 5:7). Daud kemudian membawa tabut perjanjian dan menempatkannya di Yerusalem (2 Sam. 6:12-15). Mulai saat itulah dalam agama Yahudi Yerusalem disebut sebagai Kota Daud dan Kota Allah. Kota Yerusalem juga merupakan tempat bait suci yang dibangun Salomo yang merupakan pusat Iman Yahudi. Bait Suci itu melambangkan kehadiran Allah.
Dan bagi agama Kristen, sesuatu yang paling penting dalam sejarah kekristenan adalah menjadikan Yerusalem sebagai kota Suci adalah pada masa pemerintahan Kaisar Konstantinus Agung (306-337). Yerusalem ditransformasikan menjadi kota Suci umat Kristiani oleh Kaisar Konstantinus Agung setelah masuk Kristen dan ibunya Helena. Pada tahun 326 M, Helena ibu Kaisar Konstantinus Agung pergi ziarah ke Yerusalem dan disanalah ia menemukan tempat kehidupan Yesus. Dia meminta kepada Kaisar Konstantinus Agung agar membangun gereja di tempat yang dikunjunginya oleh Helena. Helena mengunjungi makam Kudus dan itulah yang merupakan temppat paling suci oleh umat Kristen. Gereja makam kudus itu didirikan pada tahun 335 M dan menuju kegereja itu terletak Via Dolorosa atau perjalanan kesengsaraan, yaitu jalan yang dilalui Yesus sambil memikul salib.
2.3.2 Roma
Roma merupakan ibu kota Italia. Kota ini dihuni oleh agama kristen dan kaum kafir. Bila dilihat dari sejarah kuno, perkembangan kota roma sangat dipengarahui oleh mitos dan legenda. Misalnya mitos dan legenda bahwasanya kota Roma itu adalah pilihan dari para dewa sebagai ibu kota yang akan menjadi besar dan terkenal. Roma dihuni oleh berbagai tingkat sosial, misalnya para penguasa, bangsawan, pejabat kekaisaran, prajurit, pengusaha, budak, dan orang-orang desa yang mengadu nasib di kota. Kota Roma tempat Paulus dipenjarakan tidak hanya merupakan pusat pemerintahan dari seluruh daerah Laut Tengah, tetapi juga merupakan kota yang paling ramai dan paling menarik di dunia.
Sepanjang sejarah, Roma merupakan tujuan pusat wisata yang utama di Eropa. Selain itu, roma juga sebagai pusat atau dunia Kristen. Diawali ketika orang-orang Yahudi melakukan perserakan sampai keromawi dan mendirikan sinagoge-sinagoge sebagai tempat peribadahan dan pendidikan.
Semakin jelas lagi ketika kekaisaran dalam kondisi tidak stabil, sementara gereja dalam keadaan stabil sehingga gereja mengambil alih kekuasaan kekaisaran dan Paus sebagai uskup roma. Kekeristenan bertumbuh dan berkembang dan juga menjadi pusat wisata bagi umat kristen. Roma bukan tempat suci tetapi dilihat dari sejarahnya sebagai tempat awal mula timbulnya gereja (gereja kuno), maka roma dijadikan sebagi pusat sejarah gereja bagi kekeristenan. Apalagi selama abad masehi, dimana Palestina dibawah pemerintahan Romawi (63 sM), dipimpin oleh jendral Romawi Pompei dan Yudea Herodes agung .
Menurut tradisi, Petrus pun pernah bergabung dengan Gereja Roma. Meskipun kita tidak mempunyai kurun waktu yang pasti, namun kita dapat menduga bahwa dengan pimpinan kedua tokoh ini, jemaat tersebut bertumbuh kuta, termasuk para bangsawan dan prajurit serta para pengrajin dan pelayan. Selama tiga dekade, para pejabat Romawi beranggapan bahwa kekristenan adalah cabang agama Yahudi – agama yang sah – dan tidak bermaksud membuat “sekte” baru agama Yahudi. Namun banyak orang Yahudi yang tersinggung karena kepercayaan baru ini mulai menyerangnya. Ini juga merupakan ancaman bagi Roma. Menjelang tahun 64 Masehi, beberapa pejabat Romawi mulai sadar bahwa kekristenan sama sekali berbeda dengan Agama Yahudi. Orang-orang Yahudi menolak orang-orang Kristen dan lebih banyak melihat kekristenan sebagai agama yang tidak sah. Jauh sebelum kebakaran kota Roma, masyarakat telah mulai memusuhi keyakinan yang masih muda ini. Meskipun sifat orang Romawi ingin menerima dewa-dewa baru, namun kekristenan tidak mau mengakui kepercayaan-kepercayaan lain. Karena kekristenan menentang politeisme kekaisaran Romawi yang telah berakar, maka kekaisaran itupun mulai membalas. Kota Roma disebut sebagai pusat Kekristenan karena Petrus dan Paulus yang paling di hormati di Gereja pada masa itu, telah bekerja dan mati disitu.
2.3.3 Antiokhia
Antiokia, dengan jumlah penduduk lebih dari setengah juta jiwa, pada waktu itu adalah salah satu kota tersebar di wilayah kekaisaran Romawi. Kota Antiokhia dibangun oleh Seleukus Nicator dalam tahun 300 SM. Di bawah pemerintahan raja-raja Seleuk yang pertama ia berkembang dengan pesat. Pada mulanya kota ini sepenuhnya dihuni oleh orang-orang Yunani, namun kemudian orang-orang Siria menetap di luar tembok kota dan akhirnya menyatu dengan kota sejalan dengan perkembangan kota itu. Unsur penduduk yang ketiga adalah orang-orang Yahudi, banyak di antaranya yang merupakan keturunan dari penghuni kota pertama yang didatangkan dari Babilon. Mereka mempunyai hak-hak yang sama dengan orang Yunani dan tetap menjalankan ibadat mereka di sinagoge-sinagoge. Di bawah pemerintahan Romawi, Antiokhia menjadi makmur. Karena merupakan pintu gerbang militer dan perniagaan ke Timur, ia menjadi kota yang terbesar setelah Roma dan Aleksandria.
Para pembawa berita Firman pertama yang tiba di Antiokia dari Yerusalem telah merencanakan untuk melayani orang-orang Yahudi di kota itu. Tetapi, para pelayan Tuhan lainnya yang berasal dari Siprus dan Kirene telah mulai pekerjaan mereka di tengah-tengah orang Yunani. Ini merupakan usaha nyata yang pertama kali dilakukan untuk bangsa-bangsa lain. Sejak awal, jemaat mula-mula telah sangat kuat. "Dan tangan Tuhan menyertai mereka dan sejumlah besar orang menjadi percaya dan berbalik kepada Tuhan." (Kis. 11:21). Jemaat mula-mula yang terdiri dari banyak suku bangsa dan yang menyembah Allah ini bersama-sama menjadi salah satu jemaat yang terkuat waktu itu.
Di Antiokialah murid-murid ini pertama kali disebut Kristen. Tahun berdirinya gereja di Antiokhia tidak dinyatakan dengan jelas. Nampaknya ia berdiri tidak lama setelah kematian Stefanus, mungkin sekitar tahun 33 hingga 40. Untuk mendapatkan ukuran dan reputasi yang cukup berarti hingga dapat menarik perhatian gereja di Yerusalem (Kis. 11:22) tentu dibutuhkan beberapa waktu. Gereja di Antiokhia cukup penting, karena ia memiliki beberapa segi yang menonjol. Pertama, ia adalah induk dari gereja bagi bangsa- bangsa lain. Rumah di keluarga Komelius tidak dapat disebut gereja dalam arti yang sama dengan kelompok umat di Antiokhia, karena ia adalah suatu kelompok keluarga pribadi bukan suatu jemaat umum. Dari gereja Antiokhia berangkatlah misi resmi yang pertama ke dunia yang belum tersentuh Injil. Di Antiokhia dimulailah perdebatan yang pertama tentang status umat Kristen dari bangsa-bangsa lain. Ia merupakan pusat tempat berkumpulnya para pemimpin gereja. Secara bergantian, Petrus, Barnabas, Titus, Yohanes Markus, Yudas Barsabas, Silas, semuanya dihubungkan dengan gereja di Antiokhia. Patut untuk diperhatikan bahwa dapat dikatakan mereka semuanya terlibat dalam misi kepada bangsa- bangsa lain dan disebut-sebut dalam Surat Kiriman Paulus maupun di dalam Kisah Para Rasul. Kitab-kitab Injil mungkin berasal dari Antiokhia. Gereja di Antiokhia juga tersohor karena guru-gurunya. Di antara mereka yang disebut di dalam Kisah Para Rasul 13:1, hanya Barnabas dan Paulus yang baru dikenal dalam beberapa penyebutan belakangan, tetapi pelayanan mereka pasti telah membuat gereja ini terkenal sebagai pusat pengajaran. Jelas sekali bahwa Antiokhia telah mengalahkan Yerusalem sebagai pusat pengajaran Kristen dan sebagai markas misi penginjilan.
Fakta yang paling kuat tentang gereja di Antiokhia adalah kesaksian ini. 'Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen" (11:26). Sebelum itu orang-orang yang percaya kepada Kristus dianggap sebagai suatu sekte agama Yahudi, tetapi dengan masuknya bangsa-bangsa lain ke dalam kelompok mereka dan dengan makin berkembangnya sistem pengajaran yang sangat berbeda dengan hukum Musa, dunia mulai melihat perbedaan itu dan menyebut mereka dengan julukan yang lebih tepat. "Kristen" berarti "milik Kristus" seperti Herothan berarti "milik Herodes". Mungkin nama ini dimaksudkan sebagai suatu ejekan, tetapi watak para Rasul dan kesaksian yang mereka sampaikan memberikan arti yang menyanjung.
2.3.4 Kota Allah abad Reformasi (1492-1517 “abad XVI”)
Secara umum, reformasi bukanlah menggeser posisi sentral dari tempat-tempat suci. Tempat-tempat suci pada zaman reformasi sama hal ini dengan abad-abad sebelumnya, sebab gereja hanya mengalami pergesaran atau perubahan dalam hal dogma saja, sedangkan dalam hal tempat tiadak mengalami perubahan. Selama masa abad 19-20 ini, banyak terdapat tempat-tempat yang kemudian dijadikan tempat suci. Namun pemahaman akan tempat-tempat suci sejak zaman setelah reformasi, agak sedikit berkembang dari zaman –zaman sebelumnya. Di mana tempat itu dapat dijadikan suatu tempat yang suci yaitu karena adanya kesaksian atau seperti penglihatan suci. Dengan kata lain bahwa tempat tersebut memiliki suatu peristiwa yang memiliki kuasa religi (kesaksian pribadi), misalnya:
• Louders (Prancis)
Ini merupakan tempat suci yang terkenal di prancis. Pada tahun 1858, seorang gadis petani bernama Bernadette Soubirous yang beumur 14 tahun melihat Maria dalam gua. Maria berkata kepadanya bahwa ia dikandung tanpa nodo dosa. Pada saat yang sama keluarlah air dari gua tersebut dan airnya dapat menyembuhkan bermacam-macam penyakit. Pada tahun 1862 gua Louders mendapat pengesahan dari Puas sebagai tempat yang suci bagi umat kristen. Disana dibangun sebuah gereja untuk Maria dengan nama Bisilika dikandung tanpa noda dan setiap tanggal 11 februari dirayakan sebagai hari penampakan Maria di Louders.
• Pepuza (Asia Kecil)
Semua pertumbuhan dan perkembangan gereja, gereja banyak sekali mendapat tantangan dan serangkaian pertanyaan-pertanyaan. Serangan yang ketiga yang dialami oleh gereja pada abad ke-II, disamping serang-serangan dari gnostik (Sinkritisme yang dualistis-panteistis yang mengutamakan pengetahuan) dan Marcion (yang memberikan pemahamannya sendiri tentang injil-Yesus daan Allah), yaitu serangn dari pihak montanisme. Ajaran ini merindukan akan kedatangan mempelai laki-laki. Gereja semakin rendah derajatnya, hanya bersenang-senag sebab Roh kudus sudah ada sebagai penolong dan penghibur sesuai dengan janji Yesus (Yohanes 14:16). Inti dari ajaraan ini adalah tentang pengharapan lama akan kedatangan Tuhan kembali, karunia roh dan tentang hukum disiplin gereja yang keras. Ajaran yang sangat mengutamakan bahasa Roh atau bahasa lidah sampai tidak sadarkan diri. Dilarang untuk menikah, harus berpuasa terus, dan meninggalkan segala ikatannya dengan bumi. Itulah sebagai tanda bahwa sang penolong itu sudah datang. Semua harus tinggal dan berkumpul di Pepuza (daerah pedesaan di Asia Kecil) sebab menurut mereka disana Allah akan datang dan mendirikan Yerusalem yang baru.
• Munten (Munser di Jerman)
Semenjak tahun 1520, timbul sebuah gerakan disamping reformasi Luther, yaitu gerakan orang Baptis (Anabaptis). Anabaptis adalah ajaran yang menekankan baptisan ulang, tetapi menolak baptisan anak-anak karena baptisan bagi merka didasarkan oleh rahmat Allah dan iman. Merka juga menekankan pengudusan hidup yang berdasarkan Taurat, pengharapan akan masa depan yang berupa pemberontakan, mistik perseorangan dan kekristenan yang berlandaskan akal budi dan kebijakan. Merka suka memisahkan diri dari keramaian dan mereka menang jika mereka telah memisahkan diri dari keramaian maka mereka merupakan kumpulan orang-orang saleh dan suci. Ajaran mengenai kedatangan Yesus kedua kalinya ke bumi akan mendirikan Kerajaan Seribu Tahun.
Golongan Anabaptis melakukan pemberontakan di Jerman Barat merebut kekuasaan di Munster (1534). Menurut mereka Munsterlah yang menjadi Yerusalem yang baru, di mana di tempat inlah nantinya Yesus datang kedua kalinya. Sehingga porang-orang aliran Anabaptis yang di Belanda datang beramai-ramai ke Munster.
2.4 Riwayat Agustinus
Pada abad ke empat kekuasaan Kerajaan Romawi mencakup sebagiaan besar benua Afrika. Pemimpin jabatan-jabatan tertentu tetap dipegang oleh orang Romawi . sebuah kota bernama Thagaste (sekarang Souk-Ahras, Aljazair, Afrika Utara) dipimpin oleh warga negara Romawi yang bernama Patrisus dan istrinya bernama Monika. Pada tangal 13 November 354 keluarga Patrisius dianugerahi seorang anak laki-laki yang mereka beri nama Agustinus. Nama lengkapnya adalah Aurelius Agustinus. Pada tahun 387, Agustinus membaca Roma 13:13-14 mengenai perkataan Paulus tentang mengenakan Tuhan Yesus sebagai perlengkapan senjata terang dan ia percaya.
Pada tahun 391, ia ditahbiskan menjadi imam dan bertugas di Hippo dan tahun 396, ia diangkat menjadi uskup Hippo. Ia merupakan bapa gereja yang pandangan-pandangan teologinya sangat berpengaruh dalam gereja Barat.
Sore itu tanggal 28 Agustus 430, matahari telah terbenam, tetapi bayang-bayangnya masih kelihatan, tibalah saat maut menjemput Agustinus. Semasa hdupnya Agustinus telah menulis 113 buku, 218 surat, dan 500 buah khotbah.
2.5 Kota Allah Menurut Agustinus
Satu dari beberapa tulisan terkenal Agustinus adalah De Civitate Dei (The City of God) atau Kota Allah. Karyanya ini juga terkenal sebagai mahakarya di antara para jenius besar Bapa-bapa Gereja Latin (The Latin Fathers), sekaligus menjadi karya sastra yang paling terkenal dan paling dibaca di antara karya-karya Agustinus lainnya di samping Pengakuan-pengakuan (The Confessions).
Menurut Agustinus, Isi Kota Allah terbagi menjadi dua bagian besar. Bagian pertama (IX) adalah bagian yang menceritakan jatuhnya kota Roma sebagai suatu bencana (I-III) dan pemaparan konsep-konsep serta diskusi-diskusi tentang ilah-ilah orang kafir (IV-X). Bagian kedua (XI-XXIII) menjelaskan tentang asal-usul, perkembangan dan tujuan duniawi dan sorgawi.
Agustinus menulis buku ini sebagai refleksi atas kejatuhan kota Roma pada tahun 410 M, yang sungguh-sungguh mengguncangkan dunia Mediterania. Sebelum kejatuhan kota ini, bangsa-bangsa Barbar di bawah komando Alaric dan pasukan orang-orang Visigoth mulai menyerang daerah-daerah kekuasaan kerajaan Roma. Ketika kerajaan Roma menjadi lemah karena serangan-serangan ini, orang-orang Roma yang beragama kafir mulai mempersalahkan kekristenan sebagai penyebab malapetaka itu. Mereka percaya bahwa dewa-dewa mereka sedang mengutuk orang-orang Roma karena pengaruh kekristenan yang sangat kuat di kota itu. Agustinus memberikan sanggahan terhadap tuduhan itu dengan menuliskan Kota Allah.
Dalam Kota Allah, Agustinus merefleksikan kejatuhan kota Roma yang kemudian menjadi bahan pemahamannya, mungkin lebih tepat penafsirannya, terhadap sejarah dunia secara universal. Penafsirannya dibuat dengan jalan menelusuri sejarah melalui dua pendekatan: pendekatan teologis dan filosofis. Jadi, tepatlah jika Kota Allah disebut sebagai mahakarya Agustinus, karena karyanya ini bukan saja merupakan karya teologi sejarah pertama, tetapi juga merupakan filsafat sejarah pertama yang sangat mengagumkan sekaligus merupakan filsafat politik yang telah berhasil mempengaruhi Eropa selama berabad-abad.
Setelah mengambil keputusan untuk menjadi orang Kristen, Agustinus menjadi orang yang sangat mencintai firman Allah. Dia percaya bahwa gereja seharusnya menjadi tempat di mana pesta Kitab Suci “sudah selalu tersedia”. Oleh karena itu, Agustinus mencoba menyediakan analisa Alkitabiah dan teologis tentang sejarah dunia.
Agustinus membedakan kota Allah dan kota dunia. Kota Allah berdasarkan cinta kepada Allah dan berujung pada kekekalan. Kota dunia berdasarkan kepada cinta diri serta barang-barang yang dapat hancur dan berujung pada kebinasaan. Menurut Agustinus, cinta yang paling bawah adalah cinta yang diarahkan kepada barang-barang yang dapat hancur. Tingkatan selanjutnya adalah cinta kepada diri sendiri dan sesamanya.Tingkatan yang terluhur adalah cinta kepada Allah. Dalam cinta sejati, yakni cinta yang diarahkan kepada Allah, manusia menemukan pedoman bagi tindakannya. Itulah sebabnya, Agustinus berkata, "Dilige et quod vis fac" (cintailah dan lakukan apa saja yang kamu kehendaki).
Dalam bagian akhir Kota Allah (XX-XXIII), Agustinus menjelaskan keadaan akhir sejarah dunia ini. Sebelum menjelaskan bagian ini, ia telah membagi sejarah dunia menjadi tiga era: pertama, masa sebelum hukum (masa anak-anak); kedua, masa di bawah hukum (dewasa); dan ketiga, masa anugerah atau sesudah hukum (masa tua). Pembagian ini menjelaskan bagaimana sejarah berkembang dari waktu ke waktu. Ini juga berimplikasi bahwa waktu sedang dan akan bergerak menuju ke titik akhir. Sekarang ini gereja ada pada era ketiga, ketika anugerah telah datang di dalam Yesus Kristus. Setelah itu, ada waktu di mana segalanya akan berakhir. Kota manusia akan berakhir, tetapi kota Allah, di mana gereja sesungguhnya ada dan hidup di dalamnya, akan masuk ke dalam kekekalan. Konsep “berakhirnya kota manusia atau kota duniawi (civitate terrena)” ini sangat bertentangan dengan mitos “Roma Aeterna,” kekekalan kekaisaran Romawi, khususnya kota Roma.
Orang-orang Roma percaya kepada mitos bahwa kota Roma, yang dipimpin oleh seorang kaisar sebagai Dominus et Deus (Tuhan dan Allah), tidak akan dapat binasa. Kota Roma adalah kota yang kekal di mana dewa-dewa bersemayam di dalamnya dan memberi kejayaan baginya. Tetapi bagi Agustinus, kejatuhan kota Roma adalah bukti yang konkret bahwa pandangan atau mitos ini penuh dengan kesalahan. Kekekalan kekaisaran Roma adalah pandangan yang salah dan keliru, karena kota Roma adalah civitate terrena, dan dengan cukup keras disebut juga sebagai civitate diaboli yakni sebuah kota yang telah dikorupsikan oleh dosa asali, hawa nafsu, peperangan, haus kekuasaan dan telah terikat kuat oleh belenggubelenggu Iblis (kejahatan).
Buah pikiran Agustinus mengenai kota Allah adalah bahwa kota Allah akan mengalahkan kota dunia. Yang dimaksudkan dengan Kota Allah adalah gereja dan Kota Dunia adalah kerajaan-kerajaan dunia ini, khususnya kekaisaran Roma. Kota Allah dan kota duniawi adalah dua hal yang nyata dalam dua sikap batin atau dua arah hidup yang ditemukan. Menurut Agustinus, kota Allah akan melewati berbagai macam-macam seperti penjarahan kota Roma. Sebab itu, jangan terlalu terkejut, tetapi berpeganglah pada perkataan “.. disini kita tidak mempunyai kota yang tetap, tetapi kita mencari kota yang akan datang” (Ibr. 13:14).
Pertentangan Agustinus dengan kebudayaan dan agama Helenistis mengikuti analisisnya tentang dua macam kasih yang membangun dua kota. Karya besarnya yang terbentang, City of God (de Civitate Dei) menelusuri jalan dua kota. Kota Allah mengikuti jalan caritas dan mengetahui bahwa tanah airnya yang benar ada di tempat lain, sedangkan jalan kota dunia mengikuti jalan cupiditas berpegang pada realitas yang terbatas dan tidak dapat menyelamatkan. Agustinus beranggapan bahwa sejak awal sejarah, bangsa di luar Israel dapat diselamatkan melalui beberapa penyataan khusus yang catatannya tidak kita miliki, namun ia kurang memiliki harapan bagi mereka yang berada di luar gereja pada zamannya. Dalam polemik yang keras melawan agama-agama Romawi dan Yunani tradisional, Agustinus meneruskan penolakan Alkitab terhadap dewa bangsa-bangsa lain sebagai berhala. Dewa orang kafir adalah Iblis, atau manusia secara keliru ditinggikan ke status ilahi.
Bagi Agustinus, Iblis adalah malaikat yang jatuh, kekuatan jahat yang digambarkan oleh Perjanjian Baru sebagai pemerintah dunia. Pengaruhnya tidak hanya jelas di dalam pemujaan publik, melainkan juga di dalam astrologi, ramalan dan takhayul-takhayul yang lain. Pergumulan antara kekristenan dan agama-agama Yunani dan Romawi tradisional merupakan bagian dari perang yang masih berlangsung antara kedua kota, dan Agustinus dengan semangat membela kekristenan melawan tuduhan Romawi bahwa umat Kristen bertanggungjawab terhadap keruntuhan Roma. Agustinus menyimpulkan bahwa “kekafiran melampaui kegunaannya dan sedang membinasakan kebobrokannya sendiri”.
2.6 Tinjauan Dogmatis Terhadap Kota Allah Menurut Agustinus
Makna kota Allah telah banyak kita pelajari dari perspketif kesaksian kitab-kitab PL, yaitu
• Kota milik Allah: benteng tempat perlindungan umat-Nya
• Kota Daud, pusat kerajaan dan tempat lahirnya masyarakat yang utuh,
• kota suci, tempat khusus kehadiran Allah dan pangkal umat yang beribadah kepada-Nya.
Ketiga hal ini merupakan ceminan dari Yerusalem, yang untuknya Allah telah “memilih” kota itu dari antara sekian banyak kota-kota lainnya.
Waktu bagi Allah untuk berbicara kepada kita saat ini bukanlah hanya ketika kita sedang berada dia gereja atau tempat-tempat suci yang Allah berkenan. Allah berbicara di waktu-waktu yang tidak diduga-duga. Inilah sebabbya kita harus sangat terbuka untuk mendengar suara Tuhan. Musa sedang tidak mengharapkan sebuah lawatan Allah pada saat itu, namun Allah berkenan hadir kepada Musa.
Yerusalem Baru dalam pemahaman kekristenan yang bersumber dari pengajaraan Alkitab tidak sama dengan Yerusalem modern yang dapat kita lihat saat ini yang terletak di tanah Palestina. Yerusalem Baru itu dalah merupakan kota yang telah di perbaharui Allah dan yang telah disempurnakan Allah tetapi belum nyata kepada kita saat ini. Penggenapan nubuat tentang Yerusalem Baru itu akan terwujud nanti dimasa yang akan datang yaitu pada saat Tuhan hadir sebagai raja.
Yerusalem Baru adalah lambang kehadiran Allah, kerajaan Allah dan di sana tidak akan ada lagi duka dan ratapan. Dalam penglihatan Yohanes, Yerusalem Baru itu berada di bumi yang baru dan Allah sangat dekat dengan orang-orang yang diam di sana yaitu orang-orang yang menang bersama Kristus (bnd. Wahyu 21:1-5). Dalam Yerusalem Baru itu semua janji-janji Allah akan terwujud dan kemuliaan Allah akan menerangi. Yerusalem Baru itu tidak boleh dipahami sama dengan Yerusalem modern sekrang ini yang merupakan ibukota negara Israel secara politis seperti halnya pemahaman-pemahaman orang-orang Kristen yang menganut paham fundamentalis tetapi Yerusalem baru itu adalah tempat yang disediakan Allah kepada orang-orang yang bekenan kepada-Nya. Yerusalem Baru itulah Kota Allah yang diberitakan dalam Kitab Suci yaitu kota yang kudus.
Berdasarkan dari nubuaat-nibuat mengenai Yerusalem yang baru itu lebih mengarah kepada Kota Allah, yaitu sebagai tempat kediaman-Nya diatas bumi, dan tempat perlindungan yang aman bagi umat-Nya “berserulah dan bersorak-soraklah, hai seluruh penduduk Sion sebab yang Maha Kudus, Allah Israel agung ditengah-tengahmu”(Yes.1:26), Tuhan Allah ada diantaramu sebagai pahlawan yang memberikan kemenangan, ia memmperbaharui engaku dalam kasihnya (Zef. 3:17). Allah sendiri “datang” untuk menetap di Sion, sudah tentu berarti bahwa segenap pendudukNya dilimpahi dengan segala jenis berkat. Kota Allah menjadi tempat pengungsian yang damai dan sejahtera. Yang akan diberkati dengan selimpah-limpahnya di dalam Kota Allah itu bukanlah hanya Putri-putri sion saja melainkan sseluruh bangsa-bangsa pun akan diberkati oleh Allah. Bangasa-bangsa asing yang dimasukkan adalah seluruh musuh-musuh dari Yerusalem yang lama. Namun dalam hal ini Allah tetap bekerja, pada saaat terakhirnya barulah Tuhan akan baertindak selaku penyelamat kotaNya (Zak.14:11), setelah kekalahan mereka total, akhirnya bangsa-bangsa itu berubah pikiran bahkan “semua orang yang tinggal dari segala bangsa yang menyerang Yerusalem, akan datang tahun demi tahun untuk sujud menyembah kepada Raja, Tuhan semesta Alam dan untuk merayakan hari raya pondok Daun” (Zak. 14:16). Banyak bangsa-bangsa akan menggabungkan diri kepada Tuhan dan akan menjadi Umat-Nya. Dengan wujud selaku kota Allah, maka dasaranya adalah Yerusalem yang terpilih dan terpanggil juga menjadi ibukota kerajaan secara politis atau persekutuan hidup secara politis, dimana Kota Allah secara Politis yang dimasuk adalah suatu masyrakat yang rukun, damai, sejahtera yakni menurut azaz-azaz kemerdekaan, keadilan dan kebijaksanaan. Dengan hal ini yang dimasukkan kota Allah adalah dimana suatu tempat tiu tercemin prinsip keadilan, kebenaran dan kebijksanaan.
Kehadiran Allah dalam tempat-tempat Kudus seperti yang telah diuraikan oleh Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, itu merupakan sebuah nyata adanya Pembaharuan sebuah Kota Allah. Dimana kehadiran Allah itu mempunyai makna khusus. Banyak pemahaman orang dalam konteks Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru mengenai Kota Allah. Salah satunya adalah Sion. Sion dikatakan menjadi Kota Allah, dan ternyata Sion adalah Kristus. Hal itu terbukti dari Yesaya 2: 3: dan banyak suku-suku bangsa akan pergi serta berkata, mari kita naik kegunung Tuhan, kerumah Allah Yakub, supaya ia mengajar kita tentang jalan-jalan-Nya. Dan supaya kita berjalan menempunya, sebab dari Sion akan keluar pengajaran dan Firman Tuhan dari Yerusalem. Ayat ini menggambarkan bahwa akan datang dari Sion pengajaran yang kekal yang akan membuat orang percaya akan imannya kepada Kristus. (Mat. 7:28). Dan setelah Yesus mengakhiri perkataannya ini, takjublah orang banyak itu mendengar pengajaran-Nya. Hanya dari Kristuslah keluar pengajaran yang dimasukkan. dan barang siapa yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan, sebab di gunung Sion dan Yerusalem akan ada keselamatan, seperti yang telah difirmankan Tuhan, dan setiap orang yang dipanggil Tuhan akan temasuk orang-orang yang terlepas (Yoel 2:32). Hanya didalam Kota Allahlah akan ada keselamatan dan kehidupan kekal, dan setiap orang yang percaya kepada-Nya akan terlepas dan akan memperoleh kehidupan yang kekal. Sebab ada tertulis dalam kitab suci, sesungguhnya, aku meletakkan di Sion batu penjuru yang terpilih. Sebuah batu penjuru yang mahal dan siapa yang percaya kepada-Nya tidak akan dipermalukan (1 Pet. 2 :6). Karya yang dikarang oleh Agustinus itu ketika dunia lama surut dan fajar dunia baru merekah. Oleh karena itu, isi buku Kota Allah merupakan suatu langkah maju yang penting dalam perkembangan ide-ide yang menerangi titik balik dalam peredaran zaman yang berlangsung.
Pada abad pertengahan muncul masalah mengenai hubungan antara kota Allah dan gereja, apakah persamaan kota Allah dan gereja, apakah keduanya mengacu kepada Kerajaan Roma dan Gereja Roma Katolik atau lembaga-lembaga dunia. Maka, kelompok Agustinus menafsirkan kitab Wahyu, gereja secara eksplisit identik dengan kota Allah. Dan hal itu serupa dengan pemahaman Agustinus yang sampai pada kesimpulan bahwa gereja itu bukanlah lembaga. Gereja di anggap banyak orang sebagai suatu organisasi sedunia yang sering kurang luwes, sebab kurang mempehatikan perkembangan dunia yang berlangsung terus dan majemuknya kebudayaan bangsa-bangsa. Dengan demikian, ada kesan bahwa gereja merupakan lambang yang tidak dapat berubah.
Ada banyak dimensi yang terdapat di dalam karya Agustinus, yang terpenting dalam karya tersebut adalah kota Allah adalah gereja yang mampu dan memiliki dasar cinta kasih, sehingga kasih dapat diaktualisasikan.
Kalau pemenuhan cinta kasih adalah pemenuhan hukum Taurat dan sekaligus tujuan pengutusan Roh Kudus sesudah Paskah. Agustinus bahkan tidak segan-segan untuk mengundurkan asal mula gereja sampai zaman Abraham, bapa semua orang beriman. Agustinus berkata : “Saudara-saudara, jangan menganggap hanya mereka yang termasuk gereja yang dikuduskan sesudah kelahiran Yesus, tetapi semua orang kudus dari masa apa pun juga termasuk umat gereja. Tidak dapat dikatakan bahwa bapa kita Abraham tiak tergolong kepada kita, sebab ia hidup sebelum Kristus dilahirkan dari perawan… itu dibantah oleh rasul Paulus yang mengatakan bahwa kita adalah anak-anak Abraham dengan mengikuti iman Abraham. Jadi dengan meneladani Abraham kita diterima di dalam gereja. Gereja juga hadir dalam nabi-nabi yang kudus. Sejak permulaan manusia, gereja sudah ada. Semua orang benar sepanjang sejarah dunia merupakan gereja. Gereja sudah tua. Visi gereja sebagaimana dianut oleh Agustinus berkisar pada Kristus, dalam arti: persatuan bangsa manusia dalam Kristus. Begitu Yesus diikuti dalam iman, harapan dan cinta kasih maka lahirlah gereja. Gereja merupakan sejarah antara Allah dan manusia, gereja ialah berlangsungnya peristiwa Kristus. Oleh karena itu, gereja adalah gerakan dinamis bukanlah kenyataan statis. Gerakan itu dapat dinyatakan sebagai proses penyatuan dengan Kristus.
Kota manusia itu akan hancur, namun kota Allah akan kekal adanya. Layakya, Agustinus yang yakin dan percaya bahwa gereja mewujudkan kota Allah di bumi , kota Allah awalnya sudah ada dalam diri kaum beriman yang bersama-sama membentuk gereja. Lama kelamaan kota itu semakin kokoh berdiri dan indah terhias. Dan iblis yang terus menerus menggoda para penduduk serta menghancurkan kota Allah tidak akan berhasil. Kota Allah itu bercirikan hidup gereja yang mengasihi dan memuliakan Allah.
Kota Allah itu mengumpulkan semua warga-warga-Nya dari semua bangsa. Ia tidak memperhitungkan perbedaan bahasa atau adat istiadat atau undang-undang. Apa saja yang baik dan memupuk perdamaian dunia tidak dihantam atau dimusnahkan. Agustinus membenarkan apa saja yang dibuat bangsa-bangsa guna perdamaian dunia, asal jangan agama dan ibadah Allah yang benar dan mahakuasa terganggu kelangsungannya. Kota duniawi melekat pada mitos kekuasaan. Pemimpin-pemimpinnya menguatkan kekuasaan itu. Akan tetapi, kota Allah memberi segala kuasa dan hormat kepada Allah. Dalam kota Allah tidak ada kultus individu. Semua pihak saling melayani sebab ada kaitan antara mereka dengan Allah. Kota Allah itu berkembang, tapi perbatasannya adalah secara rohani. Kota Allah itu ada di dalam Gereja atau dapat dikatakan kota Allah itu adalah gereja. Kota Allah itu berisikan suasana yang cinta kasih yang sejati yang hanya dapat diketahui oleh batin, oleh hati nurani orang dan saksi satu-satunya adalah Allah. Gereja atau tubuh Kristus itu hidup di antara mereka yang tidak termasuk tubuh Kristus. Persoalannya adalah bagaimana kota Allah tersebut dapat diwujudnyatakan oleh gereja sedangkan mereka hidup tercampur. Agustinus menjawab, “Banyak orang yang rupanya berada di luar gereja, sebenarnya termasuk anggota gereja, walaupun orang lain tidak mengetahuinya. Dan banyak yang rupanya termasuk anggota gereja, sebenarnya berada di luar".
Gereja ada oleh sebab Yesus memanggil orang menjadi pengiring-Nya. Mereka dipanggil dalam persekutuan dengan Dia, yaitu gereja. Jadi, wujud gereja yang pertama adalah persekutuan dengan Kristus. Jikalau dalam wujud suatu gereja Kristen persekutuan itu tidak ada, maka gereja tidak akan ada, akan tetapi persekutuan dengan Kristus itu selalu berarti persekutuan dengan manusia lain. Allah telah menciptakan dan memulai sejarah dunia ini, maka gereja sebagai alat di tangan Tuhan untuk membawa manusia menjadi warga kota Allah, adalah “bayangan” dari kota surgawi di dalam sejarah dunia, selama ia memanifestasikan kasih Allah harus mampu mengambil bagian dalam hidup Kristus hanya dapat dikonkritkan. Misalnya bila orag berdoa Bapa Kami seperti Yesus, bila orang mau merendahkan diri seperti Yesus, bila orang memihak dan membantu mereka yang dikucilkan dari masyarakat atau agama, bila orang mencintai dengan sungguh-sungguh baik sahabat maupun musuh, bila orang bersedia menderita demi sesamanya. Barangsiapa sempurna oleh Injil dan rahmat Allah, mereka hidup di dunia ini hanya demi orang lain. Perhatian Agustinus sewaktu berbicara tentang gereja terutama terarah kepada iman Kristen yang berwujud amal bakti, selaras dengan cara Yesus menampilkan diri dalam sejarah. Bagi Yesus berdirinya Kerajaan Allah di dunia ini adalah tujuan dan makna hidup-Nya, yaitu kerajaan cinta kasih, keadilan dan damai yang sejati.
Fungsi dan hakekat gereja adalah suatu masyarakat yang diorganisasikan untuk beribadah dan gereja sebagai komunitas manusia yang hidup di dunia. Ekspresi dari kehidupan gereja tidak harus dibatasi pada pemberitaan firman dan sakramen-sakramen, namun lebih dari pada gereja harus mencakup sikap-sikap dan tingkah laku yang baru dari setiap anggota gereja yang mentransformasikan kehidupan masyarakat.
2.7 Relevansinya Bagi Kehidupan Bergereja Pada Masa Kini
Bagi sang pembaca buku pada zaman sekarang untuk memahami buku ini bukanlah hal yang gampang. Konteks kebudayaan dan sosialnya lain sama sekali dengan dunia sekarang. Tetapi, tujuan penulisan tersebut bagi gereja. Jikalau, Agustinus menulis pemahamannya mengenai kota Allah dengan konteks kerajaan Romawi dan maka berbicara gereja pada saat ini ialah berbicara mengenai gereja dan peranannya di dalam realitas dunia yang ada terdapat masalah-masalah. Jikalau berbicara mengenai gereja maka tidak terlepas dari tritugas gereja yaitu “Diakonia, Koinonia, Marturia”, kita mampu meyuarakan dan memberitakan Kota Allah yang adalah Sion yang dari pada Sion itu akan keluar pengajaran-pengajaran yang mulia. Sion yang dimaksud adalah Yesus Kristus. Jadi didalam kehidupan gereja saat ini akan menyuarakan sang Jurus’lamat dunia karena hanya di dalam Dia ada penebusan, pengampunan, kerajaan Allah, dan keselamatan. Panggilan gereja adalah soal hidup, bukan hanya sacramental, mewujudkan iman di tengah realitas kehidupan sosial yang nyata, member ruang yang semakin besar bagi kaum awam, kaum perempuan, dalam kehidupan. Gereja ikut terlibat dalam realitas kehidupan nyata umat atau masyarakat, di tengah himpitan persoalan keadilan, krisis atau nilai dengan begitu akan semakin nyata wujud dari gereja dan itu juga merupakan kesaksian gereja.
Tritugas gereja yaitu persekutuan, kesaksian dan diakonia. Di dalam hal persekutuan, gereja khususnya dalam hal peribadahan dapat melakukan untuk mengadakan tata ibadah atau liturgi, katekisasi dan pengajaran agama dan juga pengadaan bahan katekisasi dan pengajaran agama yang actual dan relevan. Lalu, dalam hal kesaksian, gereja melakukan pembinaan terhadap para pelayan gereja, misalnya dengan menyekolahkan, mendidik dan membina pelayan-pelayan gereja. Dalam hal diakonia, gereja melakukan atau menjalankan pelayanan kasih dan usaha-usaha sosial sebagai kesaksian rahmat Allah yang hidup melalui berkat, kasih dan anugerah Allah (Kis. 6: 1-6). Misalnya, gereja mampu mewujudkan pelayanan tersebut dengan meningkatkan, mengembangkan kualitas atau mutu kehidupan jemaat dan masyarakat melalui usaha bersama Parpem, yang mencakup sumber daya manusia, sosial ekonomi (koperasi, Credit Union (CU), Bank, dll), sosial budaya, sosial politik, sarana dan prasarana, lalu dengan membangun rumah sakit , panti asuhan, sekolah, asrama, gedung pertemuan.
2.8 Analisa Penyeminar
Pada zaman Agustinus dari Hippo Gereja sebagai Kota Allah dan kekaisaran Romawi adalah kota manusia. Pada hakekatnya, tugas gereja adalah untuk mengabarkan kepada dunia dari Tuhan. Gereja harus mengabarkan pengampunan dosa atas nama-Nya. Gereja harus menyatakan kasih Allah kepada dunia dalam Yesus Kristus. Bagi gereja tak boleh ada suatu jalan yang dirasakan terlalu sulit, tak ada laut yang dianggap terlalu lebar, atau iklim yang terlalu menekan, tak boleh ada perlawanan yang dirasakan terlalu besar. Dimana-mana seluruh bumi Injil harus disampaikan. Dengan alat-alat apa? Tidak dengan alat-alat memaksa atau kekerasan, gertak atau intimidasi. Itu adalah alat-alat para kaisar, diktator dan penjajah. Tetapi dalam pelaksanaan tugas ini boleh dipergunakan semua alat yang cocok dengan Roh dari Tuhan, kerajaan itu: dialog, pekabaran Injil, diakonia, sikap mau mengerti dan menyelami hidup sesama dan belas kasihan dalam nama Yesus dalam pergaulan dengan bangsa-bangsa, di mana pekabaran penginjil itu dilakukan.
Untuk itu, jika ada gereja yang masuk bersikap apatis, dan kurang peduli maka seharusnya kita sebagai gereja harus terbebani dengan kehidupan jemaat saat ini yang belum mengenal Sion yang sebenarnya. (Yes. 2: 3), dan banyak suku-suku bangsa akan pergi serta berkata, mari kita naik ke gunung Tuhan, kerumah Allah Yakub, supaya ia mengajar kita tentang jalan-jalan-Nya. Dan supaya kita berjalan, sebab dari Sion akan keluar pengajaran dan Firman Tuhan dari Yerusalem dengan cara yang bagaimana, yaitu dengan cara hadir di dalam realitas kehidupan masyarakat di tengah pergulatan dan pergumulan mereka.
Kota Allah merupakan di mana adanya sebuah kedamaian, keadilan dan kesejahteraan dalam tatanan kota dan tempat tersebut. Gereja yang adalah orangnya dan gedungnya harus mampu menghadirkan kedamaian, keadilan dan kesejahteraan yang merupakan wujud dari langit dan bumi baru. Ada sebuah pembaharuan yang terjadi yang dilakakukan gereja dalam menciptakan kerukunan. Misi gereja adalah sebuah pemberitaan yang nyata dalam duni ini untuk mewujudkan Yerusalem yang baru yang Allah yang berkenan akan Yerusalem itu.
III. Kesimpulan
Kejatuhan kekaisaran Roma yang besar dan agung membuat Agustinus tentang ketidakabadian dan disisi lain pengharapan akan sesuatu yang lebih abadi atau kekal. Allah berkuasa atas hidup manusia. Melalui Kristus, Ia bekerja menyelamatkan orang berdosa dalam kota manusia dan membuat mereka menjadi warga kota Allah. Dari pemaparan di atas maka pemyeminar dapat menyimpulkan bahwa Kota Allah merupaka di mana Allah berkenan hadir, dan nyatanya Allah berkenan hadir di ruang dan waktu itu dengan sebuah wujud nyata dengan ada sebuah pembaharuan yang dilakukan oleh gereja dalam menciptakan kerajaan Allah di tengah-tengah dunia. Dalam pembahasan kali ini kita banyak membahas bagaimana konsep pandangan dan ajaran terhadap kota Allah. Namun penyeminar dengan tegas mengatakan bahwa kota Allah itu nyata dengan adanya suasana yang mencerminkan kerukunan, keadilan, kedamaian, dan adanya sukacita.
Gereja harus sadar bahwa mereka hidup dalam ruang dan waktu yang terus menerus bergerak ke depan menuju titik klimaksnya, dan gereja masa kini harus mengikuti pergerakan itu. Ia harus mengisi ruang dan waktu dengan aktifitas dan kualitas hidup sesuai dengan karakteristik Kota Allah karena gereja terpanggil untuk merealisasikan hidup yang cinta kasih dan kebajikan di dunia ini, dengan demikian Kota Allah dikenal dan diharapkan kehadirannya di dunia ini. Sekalipun memang, gereja hidup dan melayani di dunia yang tidak kekal, tetapi gereja masih perlu hidup dengan pengharapan yang pasti sambil mengerjakan hal-hal yang bernilai kekal, selama masih ada ruang dan waktu.
IV. Daftar Pustaka
..., Ensiklopedia Alkitab Masa Kini: Jilid I A-L, Jakarta: YKBK/OMF, 2011
Amstrong, Karen, Yerusalem : Satu Kota tiga Iman, Surabaya: Risalah Gusti, 2004
Augustine, “St. Augustine’s City of God and Christian Doctrine” dalam The Nicene and Post-Nicene Fathers of Christian Church, Philip Schaff (ed.), Grand Rapids: Eerdmans, 1983
Balley, Brian J., Perjalanan Kehidupan dari Bumi Menuju Sorga, Jakarta: GKNS-Praise, 1995
Barth, Chr., Theologia Perjanjian Lama 3, Jakarta: BPK-GM, 2005
Berkhof, H. & Enklaar, I. H., Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2006
Brown, Peter, Augustine of Hippo, Berkeley: University of California Press, 1969
Browning, W. R. F., Kamus Alkitab, Jakarta: BPK-GM, 2009
Burge, Gary M., Palestina Milik Siapa, Jakarta: BPK-GM, 2010
Cahayadi, Krispurnawana, Pastoral Gereja, Yogyakarta: Kanisius, 2009
Casserley, Julian V. L., Toward A Theology Of History, New York: Holt, Rinehart and Winston, 1965
Collins, Michael & Price, Matthew A., The Story Of Christianity: Menelusuri Jejak Kristianitas, Yogyakarta: Kanisius, 2005
Curtis, A. Kenneth, Lang, Stephen J. & Peter, Randy, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2007
Diepen, P. van, Agustinus Tahanan Tuhan, Yogyakarta: Kanisius, 2000
Dister, Nico Syukur, Teologi Sistematika 2, Yogyakarta: Kanisius, 2004
Drewes, B. F & M., Julianus Mojau, Apa Itu Teologi? Pengantar Ke Dalam Ilmu Teologi, Jakarta: BPK-GM, 2007
End, Van, Ragi Cerita I, Jakarta: BPK-GM, 2006
Frend, W. H. C., “Augustinanism” dalam The Westminster Dictionary of Christian Theology, Richardson, Alan & Bowden, John, Grand Rapids: Westminster, 1983
Gonzales, Justo L., A History of Christian Thought 2: From Augustine to the Eve of the Reformation, Nashville: Abingdon Press, 2010
Heer, J.J. de, Tafsiran Alkitab Wahyu Yohanes, Jakarta: BPK-GM, 1996
Hinson, David F., Sejarah Israel Pada Zaman Alkitab, Jakarta: BPK-GK, 2004
Ismail, Andar, Awam dan Pendeta Mitra Membina Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2005
Khosim, Amir & Sriyanto, Cara Mudah UN 2008 Geo SMA, Jakarta: Grasindo, 2008
Kraybill, Donald B., Kerajaan Yang Sungsang, Jakarta: BPK-GM, 1993
Lefebure, Leo D., Penyataan Allah, Agama Dan Kekerasan, Jakarta: BPK-GM, 2000
Meer, F. van Der, Augustine of Hippo, New York: Harper and Row, 1961
Meer, F. Van der, Augustine the Bishop: Religion and Society at the Dawn of the Middle Ages, New York: Harper Torchbooks, 1961
Moderamen GBKP, Tata Gereja GBKP Edisi Sinode 2010, (Kabanjahe: Moderamen GBKP, 2010
Pelikan, Jaroslav, The Growth of Medieval Theology, Chicago: University Of Chicago Press, 1978
Peret, Don, Yerusalem, dalam Dewan Redaksi, Negara dan bangsa, Jakarta: Widyadara, 2000
Pimpinan Sinode Am XIV GKPA, Tata Gereja dan Tata Laksan GKPA, Padangsidimpuan: Kantor Pusat GKPA, 2003
Poerwadarminta, W. J. S., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1997
Rapar, J. H., Filsafat Politik Agustinus, Jakarta: Rajawali, 1989
Setiyowati, C. Erni, Sahabat Yesus Santo Santa 1, Yogyakarta: Kanisius, 2007
Sipahutar, P., Almanak GKPI, Pematangsiantar: Kolportase Pusat GKPI, 2014
Tenney, Merrill C., Survei Perjanjian Baru, Malang, Gandum Mas, 1997
Tillich, Paul, A History of Christian Thought, New York: Simon and Schuster, 1967
Tsevat, “Yerusalem” dalam (Ed.). G. Johanes Botterweck, Helmer Ringger, Theological Dictionary of The Old Testament. Vol. VI, Michigan: Grand Rapids, 1978
Wellem, F. D., Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh, Jakarta: BPK-GM, 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar